
Dalam meletakkan persembahan ini di hadapan Yesus kita berkata, ‘Hidupku adalah milikmu. Aku ingin mati agar Engkau dapat hidup di dalam aku. Kiranya Tuhan makin bertambah dan aku makin berkurang. Pakailah aku dan hidupku sesui kehendak-Mu
Majalah Suara Harapan – Pada 6 Januari setiap tahun gereja-gereja merayakan Epifani, yang mengacu pada kunjungan orang Majus, pembaptisan Yesus dan mujizat Yesus pertama dalam suatu pesta perkawinan di Kana, Galilea.
Perisitiwa-peristiwa itu berhubungan dengan memperkenalkan Yesus Kristus kepada dunia. Wajah Allah diperlihatkan. Epifani dari kata Yunani epiphaneia (=manifestasi, perwujudan), terutama dalam makna penampakan atau penyataan Diri dari yang Ilahi (=Theophany).
Kunjungan orang Majus terkait dengan fenomena alam yang menunjukkan lahirnya Yesus, “Raja orang Yahudi,” (Mat 2: 2).
Pada baptisan-Nya oleh Yohanes Pembaptis, suara dari sorga memperkenalkan Yesus sebagai Anak Allah: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Mat 3:17). Baptisan Yesus merupakan awal panggilan pelayanan-Nya, yang didalamnya baptisan Kristen dimaknai sebagai panggilan ke dalam persekutuan pelayanan dan kesaksian Gereja Tuhan di dalam dunia.
Pada pesta perkawinan di Kana, Yesus melakukan mujizat-Nya yang pertama, mengubah air menjadi anggur, “dan dengan itu Ia telah menyatakan kemulian-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya.” (Yoh 2: 11). Yesus Kristus memberi semangat dan kekuatan ketika orang beriman keteter menghadapi tantangan kehidupan; juga ketika kehidupan dalam rumah tangga kehilangan gairah cinta kasih.
Dari ketiga peristiwa acuan itu, Epifani terutama dihubungkan gereja-gereja Barat (dan sebarannya di seluruh dunia) dengan kunjungan orang Majus, yang dalam tradisi dikenal sebagai tiga raja atau tiga orang bijak, yaitu, Melchior, Caspar dan Baltasar. Mereka berasal dari negeri-negeri berbeda di Timur, yaitu Balthasar dari Arabia, Melchior dari Persia, dan Caspar dari India. Umumnya mereka dianggap menganut agama Zoroaster, yang lazim di kerajaan Persia pada masa itu. Terdapat berbagai tradisi masyarakat Kristen di Asia Tengah dan India yang mendaku sebagai keturunan orang Majus yang dikisahkan Injil Matius itu. Selain pengakuan Yesus sebagai Sang Raja, yang juga penting dalam kisah kunjungan orang Majus mencari dan menemukan Yesus Kristus adalah pengakuan bahwa tradisi budaya di luar tradisi Alkitab –dalam hal ini ilmu perbintangan (astrologi)–dapat memberi petunjuk mengenai Kristus. Memang kemudian perlu dihubungkan dengan tradisi Alkitab, yaitu nubuatan para nabi (Mat 2:2-6).
Ketika menjumpai bayi Yesus di Betlehem, orang-orang Majus mempersembahkan harta mereka kepada Yesus, berupa emas, kemenyan dan mur. Dalam ajaran tradisional gereja-gereja Reform (Calvinis) persembahan para Majusi itu dihubungkan dengan tiga jabatan Yesus, yaitu raja, imam dan nabi. Makna persembahan orang-orang Majus itu dapat direnungkan mengikuti catatan FB Pastor Kamil Kamus:
“EMAS melambangkan harta milik. Dalam memberikan persembahan ini di hadapan Yesus, kita menempatkan semua sumber daya dan kekayaan kita di bawah otoritas-Nya dan akan menggunakannya menurut kehendak-Nya saja dan untuk kemuliaan-Nya yang lebih besar. KEMENYAN adalah damar yang digunakan dalam dupa dan melambangkan karunia penyembahan. Dalam Alkitab, dupa adalah simbol doa dan penyembahan (misalnya Mazmur 141). Dalam memberikan persembahan ini, kita berjanji untuk berdoa dan menyembah Tuhan sepanjang hidup kita. MUR biasanya dipahami sebagai balsem pemakaman jenazah.
Maka ini menggambarkan kematian Yesus, tetapi juga melambangkan kematian kita sendiri. Dalam meletakkan persembahan ini di hadapan Yesus kita berkata, ‘Hidupku adalah milikmu. Aku ingin mati agar Engkau dapat hidup di dalam aku. Kiranya Tuhan makin bertambah dan aku makin berkurang. Pakailah aku dan hidupku sesui kehendak-Mu.’”
Zakaria J. Ngelow, 6 Januari 2022.
Dari berbagai sumber.
Ilustrasi: Three Kings (Morovis, Puerto Rico)