Setia Melayani di Tengah Kesukaran

Bahan Minggu Sengsara II
Bacaan Alkitab: 2 Korintus 6: 1-10
Setia Melayani di Tengah Kesukaran

Majalah Suara Harapan – Paulus bisa disebut penginjil keliling sekaligus pendeta jemaat wilayah. Kisah Para Rasul dan surat-suratnya dalam PB menunjukkan bahwa Paulus sibuk berkeliling untuk menginjil, namun juga tetap memperhatikan dan membina relasi
pastoral yang hidup dengan jemaat-jemaat yang dirintisnya.

Ia menerima informasi
tentang keadaan jemaat. Ia mengutus kawan-kawan sekerja untuk melayani jemaat dan menyelesaikan soal. Ia juga menulis surat untuk memberi pencerahan iman dan teologis terhadap masalah- masalah yang jemaat hadapi.

Surat Korintus mencerminkan relasi pastoral yang kuat dengan jemaat
Korintus. Pasal 6, adalah nasihat Paulus dengan memakai pengalaman hidup,
penginjilan dan pelayanannya sebagai contoh dari seorang hamba Tuhan yang setia pada tugas yang diembankan kepadanya oleh Kristus, Tuhan dan Kepala gereja.
Dalam 2 Kor. 6:1-2 terdapat frase “… teman-teman sekerja …” Bisa jadi
maksudnya adalah “teman sekerja Allah” (1 Kor. 3:9). Wibawa nasihat Paulus
terletak pada fakta bahwa ia telah dipanggil menjadi kawan sekerja Allah, bersama
banyak orang lain (Bnd. 5:20: “… Allah menasihati kamu dengan perantaraan
kami…”).
“…jangan menjadi sia-sia kasih karunia Allah yang kamu terima….” Jemaat Korintus sudah menerima kasih karunia yang besar berupa keselamatan dalam nama Yesus. Kasih karunia yang besar dan gratis itu tidak boleh diabaikan dan dirusak dengan cara hidup dan perbuatan yang tidak sesuai dengan arti kasih karunia itu. Apalagi saat mereka menerima kasih karunia itu adalah saat Allah berkenan untuk menolong (Bnd.Gal. 4:4).

Baca Juga :  Menjadi Manusia Ciptaan Baru

Kesempatan istimewa itu tidak boleh diabaikan. Karena ada saat lain di mana Allah tidak berkenan. 2 Kor. 6:3-10: Paulus menjadikan dirinya contoh orang yang tidak menyia￾nyiakan kasih karunia Allah. Beberapa hal dicontohkan Paulus. Pertama, komitmen diri untuk setia dan tekun melayani: tidak memberi alasan orang tersandung (ay.3); berjerih-payah, berjaga-jaga (waspada, tidak tidur), berpuasa (ay.5), kemurnian hati
(tulus, tidak munafik, tidak terpaksa), pengetahuan (dalam hal ini: berjuang untuk makin mengenal Kristus dan kehendak-Nya), sabar (terhadap mereka yang membandel dan keras kepala dalam Jemaat), murah hati, kasih (ay.6). Kedua,
berpegang pada Allah “.. dalam Roh Kudus” (ay.6), menggunakan senjata keadilan, yaitu senjata-senjata dari Allah (ay. 7, bnd. Rm. 13:12; Efs. 6:10-17). Ketiga, berani dan sudi memikul resiko pelayanan. Ada 2 resiko yaitu resiko fisik-jasmani dan
resiko sosial/etis-moral. Resiko fisik-jasmani, yaitu penderitaan, kesesakan,
kesukaran, dera, masuk penjara, korban kerusuhan. Resiko sosial/etis-moral, yaitu
dihormati – dihina; dianggap penipu – dipercayai; tidak dikenal – terkenal; nyaris
mati – hidup; berdukacita – bersukacita, miskin – memperkaya banyak orang; tidak
bermilik – memiliki segala sesuatu.

Baca Juga :  Berani Bersuara Demi Menegakkan Kebenaran

Delapan pasangan kontras ini menggambarkan bagaimana manusia menilai Paulus. Ada yang menilai positif dan ada yang menilai negatif. Semua yang Paulus hadapi bukan karena ia bersalah, bukan karena ia sengaja cari hal, melainkan akibat logis dari pelayanannya. Paulus tidak menyesal atas semua resiko tersebut.

Paulus tetap berjuang untuk hidup dan melayani untuk memperkaya
orang, bukan melayani untuk memperkaya diri (miskin tetapi memperkaya banyak
orang). Ia juga tetap berpikir positif dan bersukacita di dalam Tuhan, suatu sukacita sorgawi yang tidak dikenal oleh dunia.

Ada tiga pokok yang bisa direnungkan. Pertama, bersyukur kepada Tuhan
dalam menjaga kasih karunia dan keselamatan yang Tuhan beri secara gratis, pada waktu yang tepat (Gal. 4:4), yaitu ketika Tuhan berkenan (1 Kor. 1:21). Kasih karunia dan keselamatan itu tidak boleh disia-siakan. Tuhan berkenan menyelamatkan kita secara gratis, maka kita dipanggil untuk hidup berkenan kepada Tuhan (Roma 12:1; 2 Kor. 5:9; Efs. 5:10; Kol. 1:10; 1 Tes. 4:1 dll). Tuhan berkenan dalam arti Tuhan, mau, sudi dan berkehendak baik karena kasih untuk menyelamatkan manusia. Sebaliknya
orang beriman berkenan kepada Tuhan dalam arti menata hidup, tutur, tingkah,
perbuatan untuk selaras, sesuai dan cocok dengan firman Tuhan.
Kedua, membangun komitmen, disiplin dan melengkapi diri dengan nilai-nilai yang sesuai dengan buah roh. Tujuannya supaya hidup kita tidak menjadi batu sandungan kepada orang lain, ketika kita memberitakan kasih karunia dan keselamatan kepada mereka dan mengundang untuk percaya kepada Tuhan Yesus. Hal ini penting sehingga tidak ada yang berkata: lu omong begitu ma lu pung hidup sonde bagitu. Omong laen, bikin laen. Intinya: hidup dari, hidup dalam, dan hidup sesuai kuasa keselamatan dan kasih karunia Tuhan.

Baca Juga :  Habel Mbate Memuji Kinerja Bupati Kupang

Ketiga, berani memikul resiko dalam menghidupi kasih karunia Tuhan dalam
diri kita; juga dalam melayani untuk memberitakan kasih karunia Tuhan kepada
sesama. Berani memikul resiko tidak sama dengan mencari-cari resiko. Resiko itu
bisa resiko fisik-jasmani, bisa juga resiko sosial seperti dihina, difitnah, rugi secara
ekonomi. Hari ini kita merayakan masa sengsara Yesus di minggu yang kedua. Tema “setia melayani di tengah kesukaran” menuntun kita untuk membangun komitmen dan memikul resiko pelayanan sebagai tanda percaya dan bersyukur atas karunia keselamatan yang dianugerahkan Tuhan.* Bahan Sinode GMIT

Komentar