
Orang percaya tidak boleh mengkompromikan kebenaran Allah dengan dunia, atau menggadaikan kebenaran itu demi sesuap nasi, harta, kuasa, jabatan
Minggu Sengsara III: 13 Maret 2022
Bacaan Alkitab: Lukas 13: 31-35
Tema : Berani Bersuara Demi Menegakkan Kebenaran
Tema : Berani Bersuara Demi Menegakkan Kebenaran
Majalah Suara Harapan – Sadar atau tidak, di zaman ini orang cenderung ikut-ikutan. Kalau teman kita bergaya hidup mewah, kita pun ikut-ikutan bergaya hidup mewah. Kalau tetangga kita mamakai barang bermerek, kita pun ikut memakai hal yang sama. Bila orang sekitar kita melakukan korupsi, kita pun ikut lakukan hal yang sama. Kalau di sekitar kita mencaci maki, maka kita pun ikut-ikutan lakukan itu.
Seorang pemikir Kristen bernama Soren Kierkegaard mengatakan bahwa orang-orang pada umumnya cenderung mau menjadi sama dengan kebanyakan orang, lalu mudah berkompromi dengan pemikiran dan model hidup yang dominan. Akibatnya mereka kehilangan jati
diri dan identitas.
Berbeda dengan manusia umumnya, Yesus justru memilih sikap yang berbeda dari kebanyakan orang. Ketika menghadapi bahaya, kita pasti akan menghindar.
Kita hanya akan maju apabila kita merasa lebih kuat dari ancaman yang datang.
Sebaliknya kita akan mundur/menghindar apabila kita tahu bahwa ancaman itu
membahayakan hidup kita. Tetapi prinsip ini tidak berlaku bagi Yesus. Yesus tahu
ancaman di depan, namun Ia berjalan terus.
Yesus siap menyambut kematian-Nya
demi misi yang diemban-Nya, yakni tegaknya kebenaran di dunia. Yesus memilih berbeda dengan dunia.
Di kalangan orang Yahudi pada masa Yesus, ada beberapa sekte keagamaan
yang sangat kuat. Dua yang paling dominan adalah kaum Farisi dan Kaum Saduki. Kaum Farisi sangat menggeluti hukum taurat. Mereka menguasai hukum taurat. Oleh karena itu, mereka sangat peka terhadap pengajaran taurat. Mereka juga sibuk mengamati penerapan hukum taurat. Itu karena mereka sangat kaku memahami dan menerapkan tuarat.
Bila seseorang berbeda pengajaran dan penerapan hukum taurat dengan mereka, ia akan dianggap menyesatkan, sehingga akan dimusuhi oleh kaum Farisi. Nampaknya itulah salah satu alasan mereka selalu bertentangan dengan Yesus.
Sebab Yesus nampak fleksibel dan leluasa menafsirkan taurat, misalnya tentang sabat, hukum halal-haram, dan lain sebagainya. Itulah sebabnya orang-orang Farisi mulai tidak menyukai Yesus, bahkan memusuhi-Nya.
Tetapi tidak semua orang Farisi bersikap buruk terhadap Yesus. Sebab di
kalangan Farisi sendiri terdapat sekitar enam kelompok. Kemungkinan besar ada
sekelompok kecil orang Farisi yang tetap peduli kepada Yesus. Itulah sebabnya ketika Yesus hendak memasuki Yerusalem, mereka memberitahu-Nya tentang ancaman dari
Herodes Antipas.
Mereka berkata kepada Yesus: “pergilah, tinggalkanlah tempat ini,
karena Herodes hendak membunuh Engkau”. Waktu itu, Herodes Antipas menjadi raja di Galilea. Ia terkenal sebagai raja yang sangat kejam. Herodes pernah
memenjarakan Yohanes Pembaptis dan kemudian dipenggal kepalanya karena
Yohanes menegur sang raja itu. Herodes sangat haus kekuasaan.
Ia tidak ingin turun taktah. Ia memerintah
lebih dari 40 tahun. Karena itu, ia tak segan memakai kekerasan untuk membungkam
mereka yang mau mengambil kekuasaannya.
Maka siapa pun yang mengancam
kekuasaannya, akan dihabisi. Dan Herodes sudah mendengar tentang Yesus. Yesus
datang sebagai Mesias, yang oleh orang Yahudi dipahami sebagai raja yang akan
memerintah mereka, menggantikan para penguasa dunia. Oleh karena itu, Herodes
menunggu momen yang tepat untuk menghabisi Yesus.
Yesus tahu itu. Namun Ia tidak mundur. Malahan Yesus dengan nada kasar
menyebut Herodes sebagai serigala. Serigala adalah binatang yang licik/berbahaya, rakus, dan tidak berguna. Karena itu, ketika Yesus menyebut Herodes sebagai serigala, maka sifat-sifat binatang itu dianggap melekat pada Herodes. Mengapa Yesus tidak takut lalu pergi? Yesus tahu bahwa Ia punya misi yang harus diwujudkan.
Ia datang ke dunia untuk menghadirkan shalom Allah: menyatakan kebenaran,
memulihkan mereka yang sakit, mengusir roh-roh jahat dan membawa kelepasan
pada mereka yang menderita. Oleh karena itu, Ia tidak mau mundur hanya karena
ancaman terhadap nyawa-Nya. Bagi Yesus, kebenaran Allah lebih berharga dari
nyawa-Nya sendiri.
Oleh karena itu, kebenaran Allah tidak boleh dikompromikan dengan ancaman dari Herodes. Yesus malah rela kehilangan nyawa asalkan kerajaan Allah dinyatakan bagi dunia.
Ia rela menyambut kematian-Nya di Yerusalem, tempat di mana para nabi
biasa terbunuh. Yerusalem adalah kota Allah, tempat di mana Bait Allah berada. Ia
menjadi simbol kehadiran Allah. Tetapi di sanalah para nabi seringkali terbunuh.
Dalam sejarah Israel, ketika para nabi menyampaikan kebenaran Allah, mereka
ditolak, diancam, bahkan dibunuh. Yesus mengetahui hal itu. Itulah sebabnya dalam
ayat 34, Yesus menyatakan keprihatinannya atas Yerusalem. Yesus berkata: Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Ini semacam sebuah ratapan. Sebab kota yang menjadi pusat ritual agama itu bukannya menjadi tempat di mana shalom Allahhadir, tetapi malah menjadi tempat penolakkan terhadap para hamba Tuhan.
Itulah sebabnya dalam ayat 35, Yesus menyatakan bahwa Yerusalem akan menjadi sepi karena ditinggalkan orang. Yesus bukan hanya bicara. Ia melakukan apa yang dikatakan-Nya. Injil-injilmencatat bahwa Yesus meneruskan pelayanan-Nya: mengajar, menyembuhkan mereka yang sakit, mengampuni orang berdosa, memberi makan mereka yang lapar, menerima mereka yang dipandang hina dan najis.
Kebenaran Allah itu terus dikerjakan oleh Yesus hingga Ia ditangkap, diadili, disalibkan, dan akhirnya mati dan
bangkit. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Yesus membuktikan diri sebagai Mesias yang berani mempertaruhkan nyawa-Nya demi kebenaran Allah. Ia berani berbeda dengan dunia yang cenderung mencari aman demi perut, jabatan, kekuasaan, harta,kehormatan, dan lain-lain.
Di dunia ini, setiap komunitas memiliki ciri khas yang membedakannya dari
kelompok yang lain. Orang Sabu memiliki ciri khas yang membedakannya dari orang
Alor. Orang Jawa punya ciri khas yang membedakannya dari orang Timor. Sebagai pengikut Kristus, kita pun punya ciri khas tersendiri.
Kita terpanggil untuk menghadirkan kasih dan kebenaran Allah di tengah-tengah dunia ini. Artinya di mana pun kita, kita mesti senantiasa menghadirkan kebaikan dan kejujuran. Ini tidak mudah.
Di zaman ini, banyak orang rela menjual kebenaran bahkan imannya demi
harta, kuasa, jabatan, pekerjaan, pasangan hidup, dan segala kesenangan diri. Mereka
mudah tergoda oleh segala kenikmatan dunia sehingga rela menjual kebenaran dan imannya. Ketika orang-orang sekitar melakukan korupsi, menipu, mencuri, licik,
orang percaya pun tergoda untuk melakukan hal yang sama.
Tidak banyak orang yang sanggup menderita demi mempertahankan kebenaran dan imannya. Tidak hanya itu.
Kadang-kadang orang Kristen berkompromi dengan dunia. Kalau di sekitarnya menjadi pemabuk, mereka juga ikut-ikutan menjadi pemabuk. Bila di sekitarnya suka melakukan kekerasan dan caci maki, mereka juga melakukan hal yang sama. Kalau tetangganya suka memfitnah dan bergosip, mereka juga sama.
Belajar dari sikap Yesus, mestinya kita berdiri teguh di atas kebenaran iman
kita. Kita mesti teguh beriman kepada Kristus, dan setia berdiri di atas kebenaran
Allah.
Orang percaya tidak boleh mengkompromikan kebenaran Allah dengan dunia, atau menggadaikan kebenaran itu demi sesuap nasi, harta, kuasa, jabatan, dan lain sebagainya.
Kita mesti meneladani Kristus, yang setia pada kebenaran, menyuarakan
kebenaran, walaupun harus menderita, ditolak, diancam. Sebab hanya dengan setia pada kebenaran, kita mampu bersaksi bahwa kita adalah murid Kristus. Kita tidak boleh sama dengan dunia, yang warnanya gelap, warnanya kuning, atau abu-abu.
Kita mesti berbeda warna. Warnah kita harus jelas, berwarna putih, lambang dari kesucian hidup. Artinya sekitar kita boleh menjadi peminum alkohol, tapi kita tidak. Tetangga boleh suka menyakiti sesama, tapi kita tidak. Bagaimana caranya? Mulailah dari diri. Belajarlah menjadi pribadi yang benar, yang jujur, yang setia, yang lurus, yang bersih, yang baik, yang suci, dan yang kudus seperti Kristus. Artinya di mana pun kita berada, kita mesti setia berlaku jujur dan benar, kapan pun, dengan siapapun.
Dengan menjadi pribadi yang lurus dan
benar, kita lalu berlatih diri untuk bersuara menyampaikan kebenaran. Artinya di mana kita berada, kita mesti menyatakan kebenaran. Di mana ada ketidakadilan,
ketidakjujuran, kita mesti bersuara untuk meluruskan segala sesuatu. Sebagai orang
Kristen, itu panggilan kita.
Belajar dari Yerusalem, betapa pun ia menjadi pusat keagamaan namun di
sana kebenaran Allah ditolak. Jangan sampai gereja juga demikian. Kita selaku gereja harus memastikan bahwa diri kita dan lingkungan kita menjadi tempat di mana kebenaran selalu kita lakukan. Kejujuran, keadilan, kebenaran harus kita lakukan dengan setia, baik dalam gereja, keluarga, masyarakat, tempat kerja, dan di mana pun.
Gereja harus menjadi tempat kita belajar berlaku baik, berlaku benar, berlaku jujur,
lurus. Dan dari situ, ketika menjumpai sesama di luar, kita lakukan hal yang sama.
Hanya dengan cara itu, dunia sekitar menjadi percaya bahwa kita adalah saksi-saksi kebenaran. Nyatakanlah kebenaran melalui kata dan perbuatan kita di mana pun kita berada, agar Kristus dimuliakan. *