“Aim he alakit pao hit pah hit bale fun hit pahe nok hit bale esan hao ma nasuskit.”
(Mari kita menjaga kelestarian alam, karena alam yang memberi kita makan dan menyusui kita)
Majalah Suara Harapan – Dalam reses kemarin, Selasa 26 April 2022, saya bertemu masyarakat adat Mutis, berdialog dan memperkuat komitmen menjaga status Cagar Alam Mutis.
Perjuangan para penjaga Cagar Alam (masyarakat adat) akhirnya menarik saya sebagai juru bicara masyarakat NTT di Senayan untuk ikut berjuang, ikut menjaga status Cagar Alam.
Dua kali rencana penurunan status dari Cagar Alam menjadi Taman Wisata Alam, bersama-sama kami gagalkan.
Dalam pertemuan di Biara SVD Noemeto, Kefamenanu malam itu, saya mempertegas lagi beberapa hal yang penting untuk diperjuangkan.
Pertama, tetap waspada menjaga status dan kelestarian Cagar Alam Mutis. Kebijakan bisa berubah seiring dengan pergeseran kekuasaan/wewenang di level pemerintah.
Kedua, menjaga status Cagar Alam dari sisi kebijakan harus diperkuat dengan memastikan peraturan yang mengatur tata kelola hutan maupun lingkungan, tegas dan berpihak terhadap pelestarian hutan dan lingkungan.
Dalam hal ini, saya sampaikan bahwa saya sedang berjuang di komisi tempat saya bertugas agar ada revisi Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Terkait itu, posisi, eksistensi dan pelibatan masyarakat adat harus terang dan tegas dalam aturan tersebut.
Ketiga, pemerintah baik pusat maupun daerah (provinsi dan kabupaten) perlu meningkatkan pemberdayaan masyarakat adat sekitar Cagar Alam dengan memaksimalkan potensi pertanian dan pekebunan hutan di sekitarnya.
Saya tidak hanya bicara menolak penuruan status Cagar Alam Mutis, tapi juga memberikan bantuan konkrit untuk masyarakat adat sekitar Cagar Alam.
Sejak mengawal isu status Cagar Alam bersama masyarakat adat, hingga saat ini saya sudah memperjuangankan beberapa program aspirasi bersama Kementerian Pertanian maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), untuk membantu pemberdayaan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat adat di sekitar Cagar Alam.
Program tersebut antara lain, bantuan Pekarangan Pangan Lestari (bantuan rumah bibit, bibit dan kebun contoh), bantuan Bang Pesona (bantuan pengadaan ternak sapi dan bibit tanaman produktif), serta bantuan program Kampung Buah di Desa Tasinifu, Kab. TTU (alpukat) dan Kec. Fatumnasi, Kab TTS (jeruk).
Selain itu, saya juga memperjuangan Program Unit Pengolah Pupuk Organik (rumah produksi pupuk), program bantuan alat mesin pertanian (Alsintan) serta program pengembangan bawang putih.
Masyarakat adat yang hadir saat itu mengucapkan terima kasih dan meminta saya tetap bersama mereka menjaga status dan kelestarian Cagar Alam Mutis.
Saya mengagumi komitmen para sesepuh yang hingga kini tetap menjaga komitmen menjaga identitas dan harta berharga, Mutis sebagai jantung peradabannya orang Timor.
Masyarakat adat penjaga Mutis yang berada di wilayah TTS bahkan datang dan hadir dalam pertemuan di TTU.
Mutis adalah jantung peradaban dan sumber hidup Pulau Timor. Selain itu, Cagar Alam ini merupakan identitas Suku Dawan yang hidup sejak dulu di kaki gunung mengelilingi Gunung Mutis.
Saya selalu ingat salah satu filosofi hidup Suku Dawan yang dijelaskan kepada saya oleh para sesepuh Dawan ini:
“Aim he alakit pao hit pah hit bale fun hit pahe nok hit bale esan hao ma nasuskit.”
(Mari kita menjaga kelestarian alam, karena alam yang memberi kita makan dan menyusui kita).***