GMIT punya 2800 gereja, let say 2000 saja diperlukan, 1 gereja kita pilih 100 orang, yang masing – masing menyumbang 350 ribu/ bulan. Maka dalam setahun kita punya Rp. 800 Milyar uang GMIT untuk menyekolahkan dan membangun orang miskin di NTT. Dan dalam 5 tahun kita bisa selesaikan masalah orang miskin di NTT.
Suara Harapan – Pada tahun 1530-an seorang pemuda perkasa dan berani berbeda dengan semua gereja di Eropa saat itu dan ditentang, akhirnya dia bisa membangun mimpinya di tahun 1536 dikota Jenewa Swiss, pemuda itu bernama Yohanes Calvin, dan GMIT sekarang adalah pengikut beliau.
Calvin tidak suka Gereja membangun gedungnya sementara membiarkan orang miskin hidup dalam kemiskinan. Calvin sangat keras menyatakan bahwa Gereja tidak boleh menjadi pusat pelayanan, harusnya MANUSIALAH PUSAT PELAYANAN.
Karena itu tercatat bahwa Yohanes Calvin adalah salah satu tokoh besar yang membawa Eropa Barat mencapai kesuksesan dalam pembangunan peradaban dunia.
Turunan Calvin hari ini adalah GMIT. Permasalahannya adalah, kita serius sekali membangun rumah gereja tapi kita meninggalkan manusia miskin yang begitu banyak di NTT, yang saya pastikan setengah bagian itu adalah anggota GMIT.
Oleh karena itu, misalnya GMIT punya 2800 gereja, let say 2000 saja diperlukan, 1 gereja kita pilih 100 orang, yang masing – masing menyumbang 350 ribu/ bulan. Maka dalam setahun kita punya Rp. 800 Milyar uang GMIT untuk menyekolahkan dan membangun orang miskin di NTT. Dan dalam 5 tahun kita bisa selesaikan masalah orang miskin di NTT.
Karena yang kita bangun utama adalah manusia, nanti jika manusianya sejahtera dia akan membangun gerejanya. Karena kalau gereja rusak bisa pindah ke rumah, tetapi kalau manusia rusak, tidak bisa pindah kemanapun. Kita selalu tertarik pada input, berdoa, rajin belajar, duduk dengan orang pintar, dsb. Lalu output apa? Outputnya Pengikut Yesus yaitu membangun dirinya untuk cerdas, peduli, berani.
Matius 25 : 35 – 40, hanya ini satu – satunya ajaran eksplisit yang mengajarkan cara kita masuk surga. Masuk surga itu sederhana. Jadi kita pergi gereja bukan untuk mendapat pengampunan dosa, tapi ke gereja untuk mendapat input guna membangun sesama manusia.
Kita sudah harus mulai. Tahun depan ada sidang Sinode, tanggung jawab diberikan kepada perorangan untuk memutuskan yang stunting, gizi buruk, kemiskinan, kebodohan yaitu dengan 1 orang pengikut Yesus dalam GMIT seperti yang saya jabarkan diatas, menyumbangkan 350 ribu/ bulan. Dan hasil Rp 800 Milyar pertahun kita bisa fokuskan ke kantung kemiskinan seperti di pulau Sumba, pulau Timor, dan pulau Sabu Raijua. Mungkin bapa dan mama pendeta banyak tidak suka dengan omongan Gubernur, saat berdoa syafaat saya dilewatkan bisa karena lupa struktur atau karena tidak suka saya, jika tidak suka, beliau lupa bahwa kerajaan yang dibangunnya sekarang dibangun diatas hukum yang mengikatnya, hukum KASIH, termasuk kasihilah musuhmu.
Jadi, berapa lama kita membiarkan kebodohan ini dan mempermalukan Tuhan kita? Berapa lama hutang yang telah ditebus itu dibiarkan berbunga di kantong kita sendiri? Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri karena keterbatasan, karena itu saya meminta seluruh jemaat, mari kita gerakkan bersama untuk kita punya angka minimal 800 Milyar rupiah dalam setahun. Saya yakin kita pasti mampu. Dan mulai hari ini GMIT Imanuel Oenesu, gereja tempat saya dibaptis dulu, catat berapa orang yang tidak bisa hidup di dalam gereja ini, program pemerintah perlu apa supaya yang tercatat itu selamat. Dan partisipasi kita bersama berapa banyak disana? Berapa yang stunting di gereja? Perlu intervensi dimana saja? Supaya kita konkretkan semua.
Karena itu saya mendorong kita semua dalam sebuah gerakan besar, GERAKAN PENYELAMATAN NUSA TENGGARA TIMUR lewat berbagai pekerjaan. Kiranya Tuhan menyertai kita.