Suara harapan-Ketua Sinode GMIT pendeta Dr Merry kolimon geram dengan oknum pendeta di tengah Sidang Majelis Klasis Kupang Barat.
Sejumlah oknum pendeta dikritik Ketua Sinode GMIT karena mangacuhkannya ketika ia sedang memberi arahan terkait rencana kerja MS GMIT yang selalu keluar dari perencanaan dan mengerjakan hal yang tidak pernah direncanakan MS GMIT.
Hal ini ditegaskan Pdt Dr Merry Kolimon saat menghadiri sidang Majelis Klasis Kupang Barat XIV, peresmian gereja GMIT Viadolorosa Alak sekaligus peluncuran buku Sejarah Gereja, Rabu (11/1/2023).
“Jadi tolong jaga etika ketika seorang pemimpin sedang berbicara. Mama Pendeta atau ibu-ibu Pendeta nanti setelah saya selesai berbicara baru ibu-ibu Pendeta bercerita,” tegasnya.
Sebagai Pendeta seharusnya menjaga etika dalam kehidupan berorganisasi. “Kalau tidak, nanti pemimpin berbicara lain ibu-ibu Pendeta bercerita dan buat lain. Ibu-ibu Pendeta harusnya beretika dalam pelayanan, begitu ya,” tegasnya.
Menurutnya, kalau tidak saling mendengar, GMIT akan sulit maju. “Karena selaku Ketua MS GMIT bicara lain, Para Pendeta acuh dan sekembalinya ke wilayah pelayanan masing-masing malahan para pendeta akan buat lain kepada jemaat yang dilayani,” tegas Pendeta Mery Kolimon.
Kalau jadi pemimpin tidak boleh bersikap acuh di forum sidang Majelis Klasis seperti ini.
“Kita harus saling menghargai untuk mengetahui MS GMIT itu mau ke mana. Dengan cara apa GMIT akan tiba pada tujuan dan tidak berputar seperti piong dan tidak sampai pada visi GMIT itu sendiri,” tegasnya lagi.
Pengurus Klasis atau KMK khusus Klasis Kupang Barat, kata dia, harus memberi perhatian serius terhadap tujuan GMIT itu apa supaya para pendeta tahu GMIT mau ke mana.
“Kalau tidak ya biarkan para Pendeta perempuan yang pergi melakukan pelayanan kepada jemaat,” ujarnya.
Malahan pendeta tersebut ditemuinya di Lippo Plaza, Mall Flobamora lagi jalan-jalan. “Sehingga selaku Ketua MS GMIT saya berharap pendeta di Kupang Barat tidak bersikap seperti itu. Kita harus bekerja sungguh-sungguh kalau mau GMIT dan jemaat hidup lebih baik,” ujarnya.
Sebab di tahun 2023 ini, jemaat juga akan menghadapi krisis yang luar biasa. Karena itu GMIT harus berhati-hati dengan program dan anggarannya.
“Sehingga dapat memberi perhatian supaya bagaimana gereja bisa melayani jemaat dalam masa krisis. GMIT telah belajar dari kasus Seroja dan Covid-19, dimana gereja hadir dalam pergumulan umat dan pendampingan sosial,” pintanya.
“Kita harus memperkuat persekutuan kita dan saling peduli maupun perhatian. Sehingga gereja harus ambil bagian menghadapi krisis pangan dan energi,” tandasnya.*Victory News