Hari Ini, Dua Destana Terbentuk di Kabupaten Kupang

ADVERTORIAL43 Views

Destana dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut: (1) Bencana adalah urusan bersama, (2) Berbasis PRB, (3) Pemenuhan hak masyarakat, (4) Masyarakat menjadi pelaku utama, (5) Dilakukan secara partisipatoris, (6) Mobilisasi sumber daya lokal, (7) Inklusif, (8) Berlandaskan kemanusiaan, (9) Keadilan dan kesetaraan gender, (10) Keberpihakan pada kelompok rentan, (11) Transparansi dan akuntabilitas, (12) Kemitraan, (13) Multi ancaman, (14) Otonomi dan desentralisasi pemerintahan, (15) Pemaduan ke dalam pembangunan berkelanjutan, dan (16) Diselenggarakan secara lintas sektor.

Oelamasi, Suara Harapan – Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan untuk melindungi masyarakat dari ancaman bencana.

Salah satu strategi untuk mewujudkan hal ini adalah melalui pengembangan desa/kelurahan tangguh terhadap bencana dengan upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK).

Dalam PRBBK, proses pengelolaan risiko bencana melibatkan secara aktif masyarakat dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kemampuannya.

Tujuan khusus pengembangan Destana ini adalah:
Melindungi masyarakat di kawasan rawan bahaya dari dampak-dampak merugikan bencana.
Meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam pengelolaan sumber daya untuk mengurangi risiko bencana.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi PRB.
Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan sumber daya dan teknis bagi PRB.
Meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam PRB, pihak pemerintah daerah, lembaga usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyakarat (LSM), organisasi masyarakat, dan kelompok-kelompok lainnya yang peduli.

Komponen-komponen Destana antara lain: (1) Legislasi, (2) Perencanaan, (3) Kelembagaan, (4) Pendanaan, (5) Pengembangan kapasitas, dan (6) Penyelenggaraan PB.

Strategi untuk mewujudkan Destana antara lain meliputi:
Pelibatan seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang paling rentan secara fisik, ekonomi, lingkungan, sosial dan keyakinan, termasuk perhatian khusus pada upaya pengarusutamaan gender ke dalam program.

Tekanan khusus pada penggunaan dan pemanfaatan sumber daya mandiri setempat dengan fasilitasi eksternal yang seminimum mungkin.
Membangun sinergi program dengan seluruh pelaku (kementerian/lembaga atau K/L, organisasi sosial, lembaga usaha, dan perguruan tinggi) untuk memberdayakan masyarakat desa/kelurahan.

Dukungan dalam bentuk komitmen kebijakan, sumber daya dan bantuan teknis dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota dan pemerintah desa sesuai kebutuhan dan bila dikehendaki masyarakat.

Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan potensi ancaman di desa/kelurahan mereka dan akan kerentanan warga.
Pengurangan kerentanan masyarakat desa/kelurahan untuk mengurangi risiko bencana.
Peningkatan kapasitas masyarakat untuk mengurangi dan beradaptasi dengan risiko bencana.
Penerapan keseluruhan rangkaian manajemen risiko mulai dari identifikasi risiko, pengkajian risiko, penilaian risiko, pencegahan, mitigasi, pengurangan risiko, dan transfer risiko.
Pemaduan upaya-upaya PRB ke dalam pembangunan demi keberlanjutan program.

Pengarusutamaan PRB ke dalam perencanaan program dan kegiatan lembaga/institusi sosial desa/kelurahan, sehingga PRB menjiwai seluruh kegiatan di tingkat masyarakat.

Upaya PRB yang menempatkan warga masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sebagai pelaku utama, sebagai subyek yang berpartisipasi dan bukan obyek, akan lebih berkelanjutan dan berdaya guna. Masyarakat yang sudah mencapai tingkat ketangguhan terhadap bencana akan mampu mempertahankan struktur dan fungsi mereka sampai tingkat tertentu bila terkena bencana.

Program Destana dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut: (1) Bencana adalah urusan bersama, (2) Berbasis PRB, (3) Pemenuhan hak masyarakat, (4) Masyarakat menjadi pelaku utama, (5) Dilakukan secara partisipatoris, (6) Mobilisasi sumber daya lokal, (7) Inklusif, (8) Berlandaskan kemanusiaan, (9) Keadilan dan kesetaraan gender, (10) Keberpihakan pada kelompok rentan, (11) Transparansi dan akuntabilitas, (12) Kemitraan, (13) Multi ancaman, (14) Otonomi dan desentralisasi pemerintahan, (15) Pemaduan ke dalam pembangunan berkelanjutan, dan (16) Diselenggarakan secara lintas sektor.

Berdasarkan Perka BNPB di atas, hari ini Sabtu, 23 April 2022 bertempat di aula kantor desa Benu, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang-NTT dan aula kantor desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang-NTT. Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTT dan BPBD Kabupaten berkolaborasi dengan Forum Penanggulangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Kupang hadir, mensosialisasikan, serta melakukan pembentukan pengurus Desa Tangguh Bencana (Destana).

Camat Takari, Ruben Nubatonis menyampaikan apresiasi kepada pihak BPBD Provinsi, BPBD Kabupaten, FPRB Kabupaten Kupang, dan seluruh peserta yang telah mendedikasikan waktu untuk hadir.

Kehadiran kita untuk menopang BPBD, menolong masyarakat, serta membentuk pengurus Desa tangguh bencan (Destana). Kita harus tangguh dan harus selalu siap siaga, yang nantinya ke depan bekerja dengan iklas, tulus, serta loyal dalam panggilan pekerjaan.

Ia juga mengharapkan ke depan kita saling koordinasi dikarenakan di tempat ini setiap tahun pasti mengalami bencana baik itu banjir, longsor, dan angin kencang.

Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD NTT Richard Pelt dalam memaparkan materi menyatakan, Jenis ancaman di Kabupaten Kupang ialah tanah longsor, angin puting beliung, kebakaran hutan dan lahan, banjir, abrasi, kekeringan, dan gempa bumi.

Risiko bencana adalah kemungkinan dampak yang merugikan diakibatkan oleh bahaya atau kerentanan.
Pendekatan praktisi sistematis untuk mengenali, mengkaji, dan mengurangi risiko bencana.

Tujuan pengurangan risiko bencana, mengurangi kerentanan sosial ekonomi terhadap bencana dan menangani bahaya lingkungan maupun hal lain yang menimbulkan kerentanan.
Bencana semakin hari semakin bertambah baik jumlah kejadian dan dampak yang ditimbulkan.

Bencana tidak bisa dihilangkan tetapi bisa dikurangi risiko yang timbul, pengelolaan risiko bencana membutuhkan keterlibatan semua pihak, tutup Richard. ]]>