Menggadaikan Hak untuk Melakukan Kewajiban

Buku2096 Views

Anna Mariana Poedji Christanti – FSI Club Ministry
Kisah hidup Tamar yang dituturkan dalam Kejadian 38:1-30 menjadi bagian yang menarik untuk disimak. Bagaimana awalnya Tamar menjadi seorang wanita yang diliputi kebahagiaan, sebab dapat menikah dengan seorang pria bernama Er yang merupakan putera sulung tokoh terpandang salah satu suku bangsa Israel. Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama karena sang suami meninggal dunia tanpa memberinya seorang putera. Sebagaimana tradisi yang berlangsung di Israel, apabila seorang pria beristri yang meninggal tanpa anak, maka kewajiban adik si pria untuk mengawini istri kakaknya dan membangkitkan keturunan atas nama kakaknya. Itulah sebabnya, Onan adik Er menikahi Tamar. Karena ia tak ingin memberikan Tamar keturunan atas nama Er, maka setiap kali Onan menghampiri istri kakaknya, dibiarkannya maninya terbuang. Hal ini dianggap jahat oleh Tuhan, sehingga dibunuhNya Onan. Selanjutnya, Syela adik Er seharusnya menikah dengan Tamar dan membangkitkan keturunan atas nama Er. Demi dilihatnya oleh Yehuda bahwa ia telah kehilangan dua anak lelakinya, ia tak ingin kehilangan Syela juga. Lalu Yehuda beralasan akan memberikan Syela kepada Tamar segera setelah ia menjadi dewasa. Sementara itu, disuruhnya Tamar kembali kepada orangtuanya sebagai seorang janda. Hingga Syela tumbuh dewasa, tak kunjung diberikannya pada Tamar. Tamar pun menanggalkan pakaian jandanya dan berganti penampilan sebagai perempuan sundal. Dia duduk di pintu masuk ke Enaim yang di jalan ke Timna tempat di mana Yehuda berkunjung untuk menggunting bulu domba-dombanya. Yehuda mengira Tamar adalah perempuan sundal, jadi dihampirinyalah Tamar dengan janji untuk mengirimkan pembayarannya berupa anak kambing domba. Untuk memastikan bahwa Yehuda menepati janji pembayarannya, Tamar pun meminta jaminan berupa cap meterai, kalung, serta tongkatnya hingga kiriman pembayaran tiba. Tetapi ketika Yehuda mengutus seseorang untuk mengirimkan pembayaran kepada Tamar yang disangkanya sebagai perempuan sundal, tak dijumpai perempuan tersebut. Tiga bulan kemudian dikabarkan kepada Yehuda bahwa Tamar menantunya mengandung dari hasil persundalannya. Yehuda bermaksud menghukum Tamar dengan dibakar, namun Tamar menunjukkan cap meterai, kalung, dan tongkat Yehuda sebagai bukti dengan siapa Tamar mengandung. Yehuda pun mengakui bahwa ialah yang tidak menepati janjinya kepada Tamar untuk menyerahkan Syela sebagai suaminya. Nampaknya apa yang terjadi dalam kehidupan Tamar terlihat tak lazim dengan tindakan yang dilakukan kepada Yehuda mertuanya. Mungkin ada banyak syak dilontarkan kepadanya, seperti wanita matre, wanita tak tahu adat, wanita jalang, wanita kegatelan, dan sebagainya. Tetapi sesungguhnya Tamar adalah wanita yang sedang melakukan tanggungjawabnya untuk meneruskan keturunan atas suku Yehuda (suku yang akan menjadi garis keturunan Kristus, serta salah satu dari kedua belas suku bangsa umat pilihan Allah). Mungkin masih muncul pemikiran syak kepadanya: “Mengapa dia merasa begitu penting mengambil tugas itu, bukankah Syela anak bungsu Yehuda masih hidup untuk meneruskan garis keturunan suku tersebut?” Tetapi, Tamar sebagai mantan istri Er si Sulung dari Yehudalah yang menjadi pengemban tugas ini. Itulah sebabnya mengapa Syela telah menjadi anak yang dijanjikan Yehuda kepada Tamar untuk menegakkan nama Er sebagai si sulung. Pertanyaan besar adalah bagaimana dengan hati Tamar sendiri. Di manakah cinta sesungguhnya berlabuh, di manakah dia menanggalkan rasa sepinya, di manakah tempat dia memikirkan harapan baginya pribadi? Nampaknya semua itu telah lama ia kesampingkan sepeninggal Er. Ditambah perlakuan tidak terhormat Onan kepadanya, sehingga membuatnya sebagai bahan permainan dalam pernikahan. Selain itu pengingkaran Yehuda untuk menyerahkannya kepada Syela, sebenarnya menggenapkan daftar kekecewaan dan penghinaan akan harga diri Tamar sebagai wanita. Bahkan nampaknya hal ini menguatkan anggapan betapa Tamar adalah wanita penyebab kesialan dalam keluarga Yehuda, oleh karena kematian Er dan Onan. Bagi wanita normal, ini penghianatan yang melelahkan. Mungkin banyak wanita memilih mengalah dan mengurungkan niatnya untuk terus maju dalam kondisi seperti ini. Namun tidak bagi seorang Tamar. Mengambil tanggungjawab mempertahankan garis keturunan bagi suku pilihan Allah adalah tugas rohani yang penuh pengorbanan, mengesampingkan harga diri, cintanya, kebutuhannya, bahkan mungkin hidupnya sendiri. Sebab mungkin saja Yehuda tak akan mengakui kesalahannya dan tetap menghukum Tamar karena kehamilannya. Yehuda memang terlihat bodoh tentang kekuatirannya akan kematian Syela di tengah rencana Tuhan akan masa depannya. Yehuda yang disebut singa itu juga bisa kehilangan imannya atas kuasa dan kemampuan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memakai Tamar dalam menjadikan suatu perbaikan, pemulihan, sekalipun kejadiannya terlihat aneh dan tidak lazim. Tetapi penyebab ketidaklaziman tersebut bukanlah perbaikan yang diupayakan Allah, namun kebodohan dan kekurangimanan manusialah penyebabnya. Dalam hal ini adalah Yehuda dan kedua anaknya yaitu Er (dipandang jahat oleh Tuhan sehingga dibunuh – Kejadian 38:7) dan Onan. Pelajaran pentingnya adalah: (1) Jika Allah sanggup mengubah kebodohan dan kesalahan manusia menjadi kebaikan dan keindahan, masakan di pihak manusia terus akan berlaku bodoh? Mungkin nampak normal atau wajar jika manusia kuatir, tetapi bahkan Tuhan mengingatkan kita agar tidak menguatirkan apapun juga (Matius 6:25, 34). Orang yang kuatir disejajarkan dengan bangsa-bangsa kafir (tidak mengenal Allah) (Matius 6:32a). Sebab bagi orang yang mengenal Allah akan tahu kesanggupanNya dalam memenuhi segala segi kehidupan umat kepunyaanNya (Matius 25:32b, 33b). (2) Wanita yang manakah yang disebut bermakna jika ia tak mendahulukan kewajibannya yang terutama bagi kemuliaan Tuhan melebihi dirinya sendiri? Mungkin banyak wanita tidak akan setuju dengan pernyataan tersebut. Tidak adakah jalan untuk menjadi bermakna tanpa harus mengorbankan diri sendiri? Pertanyaan ini akan dapat dijawab ketika para wanita memandang salib Kristus. Di salib itu ada pengorbanan atas nama cinta kasih. Di salib itu ada pengorbanan atas nama kesetiaan. Di salib itu ada pengorbanan atas nama melepaskan hak untuk melakukan kewajiban. Justru di salib itu pula terdapat kebermaknaan atas seluruh pengorbanan yang ada. Di salib itu jugalah para wanita mendapatkan bagian dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Kematian terhadap ego diri sendiri, dan kebangkitan kepada penuntasan tugas pelayanan demi kemuliaan Tuhan. Pada salib itulah para wanita mendapatkan kembali citra dirinya yang telah rusak oleh karena dosa, yaitu sebagai penolong yang sepadan (Kejadian 2:18). Citra diri inilah yang juga diwujudkan dengan mengabaikan hak demi terlaksananya kewajiban. Inilah kebermaknaan yang sesungguhnya. Pertanyaan di penghujung adalah: Masihkah Tuhan menemukan lagi para wanita yang bermakna itu di masa kini?]]>

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *