Majalah Suara Harapan – Para mahasiswa program sarjana strata satu dan pascasarjana di perguruan tinggi kini tidak lagi wajib mengerjakan skripsi, tesis, atau disertasi. Pemerintah menyerahkan penentuan pilihan bentuk tugas akhir bagi mahasiswa itu kepada setiap perguruan tinggi.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan. Hal itu disampaikan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode Ke-26 tentang Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi, Selasa (29/8/2023), di Jakarta.
Dengan demikian, mahasiswa bisa diberikan tugas akhir, selain skripsi, misalnya membuat prototipe dan proyek. Sementara mahasiswa pascasarjana wajib membuat tugas akhir berupa tesis, disertasi, prototipe, proyek, atau bentuk lain, serta tidak wajib memublikasikan karya ilmiah di jurnal internasional (Kompas, 31 Agustus 2023).
Selama ini skripsi menjadi tugas akhir kuliah mahasiswa dalam bentuk riset untuk mempraktikkan pengetahuan yang dipelajari selama proses pendidikan. Skripsi digunakan untuk menilai inisiatif dan kemampuan mahasiswa merencanakan, merumuskan, dan memecahkan masalah praktis.
Namun, selain beban dari segi waktu, pengerjaan skripsi dinilai menghambat mahasiswa dan perguruan tinggi merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai dengan kebutuhan keilmuan dan kemajuan teknologi. Selain itu, tidak semua program studi bisa mengukur kompetensi mahasiswa dari skripsi atau karya ilmiah.
Oleh karena itu, aturan baru ini disambut positif kalangan perguruan tinggi karena leluasa menentukan standar capaian kelulusan berdasarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan terintegrasi, berupa skripsi, tesis, disertasi, atau bentuk lain. Pada pendidikan vokasi, ada uji kompetensi dengan bukti sertifikasi kompetensi.
Penyederhanaan standar kelulusan di perguruan tinggi ini perlu dipastikan dapat menghasilkan lulusan yang setara, bahkan selayaknya lebih tinggi dari sisi kompetensi dan mutu, mengingat persaingan di dunia kerja makin hari juga makin ketat.
Beberapa tahun terakhir, sejumlah perguruan tinggi sudah tidak lagi mewajibkan mahasiswa membuat skripsi, tetapi memfasilitasi minat mahasiswa. Mahasiswa yang senang meneliti dan membaca jurnal ilmiah bisa memilih skripsi, sedangkan yang suka terapan dapat mengerjakan proyek dan membuat laporan tertulis.
Meskipun demikian, penyederhanaan standar kelulusan di perguruan tinggi ini perlu dipastikan dapat menghasilkan lulusan yang setara, bahkan selayaknya lebih tinggi dari sisi kompetensi dan mutu, mengingat persaingan di dunia kerja makin hari juga makin ketat.
Kebebasan yang diberikan kepada perguruan tinggi semestinya dijalankan secara bertanggung jawab agar standar kelulusan di atas standar nasional.*Kompas Id.