
Mereka percaya dan memahami makna sengsara, kematian dan kebangkitan-Nya. Dan mereka pun memberitakannya ke seluruh dunia
Zakaria J. Ngelow
Suara Harapan – Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan, kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.”
Demikian Injil Yohanes (20:1-2) –yang ditulis pada sekitar akhir abad pertama Masehi, lebih kemudian setelah Injil-injil Sinoptis– melaporkan peristiwa pada hari Minggu subuh mengenai Maria Magdalena pergi ke kubur Yesus “dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur”. Ia menyimpulkan sebagaimana laporannya kepada Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus (Yohanes?) bahwa “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan, kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.”
Kisah selanjutnya adalah kedua murid berlari ke kuburan dan menemukan kubur itu kosong. Maria Magdalena, yang kembali ke kubur itu, menangis dan melihat dua orang malaikat di dalam kubur, yang bertanya mengapa dia menangis. “Jawab Maria kepada mereka: ‘Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan.’” Maria menoleh ke belakang dan melihat Yesus tapi dia tidak kenal dan disangkanya penunggu taman yang mengambil mayat Yesus. Setelah Yesus menyapanya, “Maria!”, dia mengenal Yesus dan menyahut “Rabuni!” sambil berusaha memegang (memeluk?) Yesus. Tetapi Yesus menyuruhnya pergi menyampaikan kepada para murid, “bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.” Maria menemui para murid untuk menyampaikan pesan Yesus itu dan bersaksi, “Aku telah melihat Tuhan”.
Dalam Injil Markus tercatat bahwa Maria Magdalena dan Maria Ibu Yakobus, serta Salome pergi ke kubur membawa rempah-rempah untuk meminyaki Yesus. Mereka masuk ke dalam kubur dan “mereka melihat seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan”, yang menyampaikan bahwa Yesus telah bangkit dan berpesan kepada para murid-Nya bahwa Dia mendahului mereka ke Galilea (16:5,6).
Injil Matius menyebut Maria Magdalena dan Maria yang lain pergi ke kubur, dan mengalami peristiwa gempa bumi. Seorang malaikat membuka pintu batu kuburan Yesus dan menyampaikan bahwa Yesus telah bangkit dan menyuruh mereka menyampaikan kabar itu kepada para murid Yesus, dan dengan pesan bahwa Yesus telah mendahului mereka ke Galilea. Dan mereka juga bertemu Yesus serta memeluk kaki-Nya. Yesus berpesan mengulangi pesan malaikat untuk disampaikan kepada para murid-Nya, supaya mereka menyusul Dia ke Galilea.
Injil Lukas mula-mula tidak menyebut nama, hanya mencatat “perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea” (23:55), tetapi kemudian menyebut di antara mereka adalah Maria dari Magdala, dan Yohana, dan Maria ibu Yakobus (24:10). Mereka juga berjumpa dengan dua orang malaekat yang menyampaikan bahwa Yesus sudah bangkit sesuai dengan penyampaian-Nya ketika masih di Galilea. Mereka sampaikan berita itu kepada para rasul, “Tetapi bagi mereka perkataan-perkataan itu seakan-akan omong kosong dan mereka tidak percaya kepada perempuan-perempuan itu” (Lukas 24:11).
Catatan di atas menunjukkan bahwa sekalipun ada perbedaan-perbedaan dalam beberapa detilnya, tulisan dalam Injil-injil mengemukakan beberapa kesamaan mendasar mengenai berita Paskah, kebangkitan Yesus Kristus.
Pertama, saksi pertama kebangkitan adalah (para) perempuan, dengan figur utama Maria Magdalena. Injil-injil nampaknya mengoreksi catatan Rasul Paulus (1 Korintus 15:5), bahwa setelah kebangkitan-Nya, Yesus menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya, juga Yakobus dan Paulus sendiri. Dia tidak menyebut Maria atau perempuan lainnya. Apakah Paulus mengikuti tradisi hukum Rabinis Yahudi, yang menolak kesaksian perempuan dalam mahkamah agama? Dalam tradisi Yahudi itu, kedudukan perempuan tidak setara dengan laki-laki –karena Hawa diciptakan kemudian dari Adam, dan karena “perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa” (1 Timotius 2:14). Dengan alasan itu Paulus melarang perempuan menjadi pejabat dalam persekutuan, yang kemudian menjadi “dasar Alkitabiah” banyak gereja menolak penahbisan perempuan menjadi pendeta. “Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri” (1 Timotius 2:12). Pada hal di tulisannya yang lain, Rasul Paulus menekankan kesetaraan karena baptisan di dalam Kristus (Galatia 3:28): “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus”.
Injil Lukas, yang paling banyak memberi tempat bagi peran perempuan dalam pelayanan Yesus, mencatat bahwa para rasul tidak percaya kesaksian para perempuan itu mengenai kebangkitan Yesus: “Tetapi bagi mereka perkataan-perkataan itu seakan-akan omong kosong dan mereka tidak percaya kepada perempuan-perempuan itu” (Lukas 24:11). Baru kemudian, ketika dua murid dari Emaus menemui para murid di Yerusalem mereka mendapat informasi bahwa, “Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon” (Lukas 24:34). Lukas tidak hanya menambah jumlah saksi perempuan, tetapi juga menegaskan pengakuan para murid atas kesaksian mereka.
Kedua, Injil-injil mencatat bahwa kebangkitan Yesus Kristus bukan peristiwa yang disaksikan langsung manusia, melainkan informasi yang disampaikan oleh seorang malaekat. Iniil Lukas mencatat dua orang malaekat, dan kemudian juga penampakan Yesus kepada Simon (Petrus). Dalam Injil Yohanes berita kebangkitan disampaikan oleh Yesus sendiri kepada Maria Magdalena. Pengalaman manusia tidak menjadi dasar bagi berita kebangkitan Yesus Kristus, melainkan berita dari malaekat (baca: wahyu, penyataan). Dengan kata lain dari penyataan Allah sendiri. Sebab itu iman kepada kebangkitan adalah karya Roh Kudus dalam diri orang beriman. Dan Roh Kudus bekerja memberdayakan gereja menjadi saksi kebangkitan Kristus di dalam dunia.
Ketiga, Injil-injil mengemukakan pesan yang sama untuk disampaikan kepada para murid, yaitu Yesus mendahului mereka ke Galilea. Hanya Injil Lukas yang tidak mencatat pesan itu. Injil Yohanes juga tidak mencatat pesan itu, namun penampakan-penampakan Yesus dalam Injil Yohanes berlangsung di (danau) Galilea. Dengan demikian ketiga Injil yang lain (Markus, Matius, Yohanes) menempatkan penampakan Yesus yang bangkit berlangsung di Galilea, sedangkan Lukas di Yerusalem. Dalam skema geografis pekabaran Injil para rasul, Lukas memang menekankan titik tolak Yerusalem: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1: 8).
Injil-injil lainnya mencatat Galilea, yang merupakan asal usul Yesus dan para rasul-Nya. Geografi pelayanan Yesus memang di kedua wilayah itu: pedalaman Galilea dan ibu kota Yerusalem. Seorang teolog mencatat bahwa Galilea menunjuk pada pelayanan dan solidaritas Yesus kepada rakyat kecil yang miskin dan lemah, sementara Yerusalem adalah konfrontasi dengan para pejabat agama dan pemerintah yang korup.
Penting mencatat bahwa para murid yang menerima berita kebangkitan Yesus itu masih berada dalam trauma peristiwa penangkapan dan pembunuhan Yesus di kayu salib dua hari sebelumnya. Mereka bersembunyi ketakutan, dalam kamar yang terkunci. Bahkan diam-diam ada yang meninggalkan Yerusalem. Kedua murid yang pulang ke Emaus menceritakan mengenai kesaksian para murid perempuan: “Pagi-pagi buta mereka telah pergi ke kubur, dan tidak menemukan mayat-Nya. Lalu mereka datang dengan berita, bahwa telah kelihatan kepada mereka malaikat-malaikat, yang mengatakan, bahwa Ia hidup.” (Lukas 24: 22-23)
Kelak, setelah penampakan-penampakan Yesus yang Bangkit kepada para murid dan pengikut-Nya, mereka percaya dan memahami makna sengsara, kematian dan kebangkitan-Nya. Dan mereka pun memberitakannya ke seluruh dunia.
[Zakaria J. Ngelow, Paskah 2022] ]]>