Berdasarkan sumber yang diperoleh bahwa IKA berawal dari arisan bulanan yang sempat digelar secara rutin oleh IKA menjadi momentum untuk terus bertemu dan saling bersilaturahmi.
Saat itu, meskipun legalitasnya baru diurus belakangan, keberadaan IKA memiliki kontribusi yang besar bagi warga Amfoang di Kota Kupang.
Anggota IKA saling membantu ketika ada yang menggelar hajatan sukacita, bahu-membahu untuk meringankan beban ketika ada yang berdukacita, juga saling menolong ketika ada yang terdesak kebutuhan ekonomi maupun pendidikan. IKA benar-benar memberi tempat yang baik bagi semangat solidaritas.
Kondisi keseharian sebagian warga Amfoang di Kota Kupang yang relatif sulit, didukung tak mudahnya berkomunikasi dengan keluarga dekat di Amfoang akibat buruknya akses dan mobilitas dari dan ke Amfoang saat itu, membuat IKA menjadi wadah yang memungkinkan setiap anggotanya untuk saling menopang. Sebelum bantuan material dari keluarga inti di Amfoang tiba, IKA telah memberi bantuan untuk segala kebutuhan yang sifatnya mendesak.
Hingga hari ini, hampir 60 tahun setelah para tetua Amfoang terdahulu sering bertemu dan meneladankan soal solidaritas tanpa sekat agama dan nonot (sub suku dalam kehidupan suku meto/atoin meto), IKA masih ada. Bahkan Badan Pengurus (BP) generasi saat ini sudah dilantik pada Sabtu (04/06/2022) beberapa waktu lalu di Fatumonas, Kecamatan Amfoang Tengah, Kabupaten Kupang. Yang luar biasa, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) turut hadir menyaksikan acara pelantikan BP IKA periode 2022 – 2026 yang diketuai Gregorius Baitanu itu.
Gubernur VBL didampingi staf khusus Gubernur NTT Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Profesor Daniel D. Kameo, serta sejumlah pejabat lainnya. Mereka disambut basan (sambutan kepada tamu terhormat menggunakan syair dan tutur adat) sebelum dipakaikan selimut dan destar/pilu oleh para tetua ketika tiba di lokasi acara. Tarian perang (ma’ekat) dan bena’-bena’ ikut mengiringi langkah Gubernur VBL dan rombongan ketika dipersilahkan menuju tenda acara. Acara yang ikut dihadiri Bupati Kupang, Korinus Masneno, Wakil Bupati Kupang, Jerry Manafe, Kapolres Kupang, AKBP FX Irwan Arianto, S.I.K.,MH., Dandim 1604 Kupang, Letkol Inf M Iqbal Lubis, salah satu anggota DPRD Provinsi NTT, Junus Naisunis, dan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Kupang asal daerah pemilihan Amfoang itu berlangsung tertib dan meriah.
Saat itu, pelantikan BP IKA dilakukan dengan penyematan pilu (destar) kepada Gregorius Baitanu, Ketua IKA Masa Bakti 2022-2026, oleh George Manoh yang diakui sebagai salah satu keturunan raja Amfoang sekaligus mewakili Lembaga Pemangku Adat (LPA) Amfoang yang kini diketuai Robby Manoh, ayahnya, lalu diikuti pengambilan sumpah dan janji para personil BP IKA dipandu oleh Benyamin Baitanu, salah satu mantan pengurus IKA periode sebelumnya.
IKA harus Menjadi Rumah yang Merangkul
Bagi Profesor Daniel D. Kameo, Staf Khusus Gubernur NTT Bidang Ekonomi dan Pembangunan yang juga merupakan salah satu tokoh Amfoang yang berada dibalik masifnya geliat pembangunan di NTT termasuk di Amfoang, yang juga berperan dibalik kehadiran Gubernur VBL dalam pelantikan BP IKA beberapa waktu lalu, IKA harus menjadi sebuah rumah besar yang menghimpun dan merangkul semua warga Amfoang yang menjadi anggotanya.
Saya harap IKa harus jadi rumah dan merangkul semua yang menjadi anggotanya. Karena kalau bersatu, bersama-sama, baru mempunyai kekuatan.” kata Kameo yang sempat berdiskusi singkat dengan media ini beberapa saat selepas acara pelantikan BP IKA masa bakti 2022-2026.
Harapan Kameo memang tidak berlebihan. Para pengurus IKA memang memiliki pekerjaan besar untuk merangkul berbagai elemen masyarakat Amfoang yang ada di Kota Kupang saat ini.
Sempat muncul perbedaan posisi kepentingan dan pendapat yang cukup tajam saat bakal pengurus IKA masa kepengurusan saat ini mulai dibentuk dan Gubernur VBL sudah bersedia mengikuti acara pelantikan BP.
Meski begitu, Banoe mengakui, pertemuan mediasi untuk naketi (duduk bersama untuk saling mengungkapkan isi hati dan mencari jalan keluar) antara bakal pengurus terpilih dengan pihak yang keberatan sudah dilakukan beberapa hari setelahnya bertempat di rumah Robby Manoh, Ketua LPA Amfoang.
Salah satu tokoh masyarakat Amfoang juga mengakui proses naketi sudah dilakukan sehingga dirinya mengharapkan agar pengurus yang sudah dilantik dapat mengelola konflik yang ada agar tidak berpotensi mengganggu kekompakan warga Amfoang yang ada di Kota Kupang saat ini.
Seperti yang diharapkan oleh Kameo, konsolidasi di internal warga Amfoang yang ada di Kota Kupang memang harus dilakukan oleh pengurus IKA saat ini. Jika IKA hari ini dianggap dan diakui sebagai lanjutan, sebagai metamorfosa, sebagai bentuk baru dari IKA yang sudah ada, tentu tidak elok jika pengurus saat ini berjalan bersama hanya sebagian tokoh yang sudah ada dalam IKA sebelum hari ini.
Bagi Kameo, ketika IKA menjadi rumah besar yang merangkul semua orang Amfoang dengan berbagai kekuatan dan potensinya, IKA bisa menjadi ‘radar’ untuk mengikuti dan mengetahui informasi dan perkembangan kegiatan pembangunan serta berbagai kebijakan pemerintah yang memiliki relevansi dengan kepentingan pembangunan di wilayah Amfoang.
Kameo memberi contoh, ketika Pemerintah Provinsi NTT ataupun Kabupaten Kupang membutuhkan lahan untuk mengembangkan komoditas pertanian tertentu, misalnya dengan tanaman jagung seperti dalam program TJPS (Tanam Jagung Panen Sapi) saat ini, IKA sebagai wakil atau representasi dari warga Amfoang yang berada di Amfoang bisa menangkap informasi yang ada lalu memanfaatkan berbagai forum diskusi yang digelar untuk saling berbagi ide dan meneruskannya.
“Lewat forum diskusi yang digelar, IKA juga bisa sharing informasi, sharing ide. Misalnya tadi gubernur ngomong fatumonas, atau amfoang tengah. IKA bisa diskusi, apa yang harus dibuat di Amfoang Tengah untuk menyinkronkan berbagai objek wisata dengan observatorium. Orang-orang IKA kan kumpulan orang-orang yang sekolah, terdidik, sehingga harus saling memberi masukan dan memberi ide.” contoh Kameo.
Lebih lanjut Kameo juga menyampaikan, IKA yang dibuat menjadi rumah bagi warga Amfoang di Kota Kupang juga bisa dimanfaatkan untuk duduk bersama dan berpikir serius mengenai kegiatan pembangunan yang ada di daerah Amfoang.
“Secara fisik anggota IKA mungkin tinggal di Kota Kupang, kerja di Kupang, tapi hati dan pikirannya juga untuk daerah Amfoang. Karena dia mengaku diri anggota ikatan keluarga, maka harus ada tanggung jawab morilnya untuk memberi sesuatu pada daerahnya. Kalau tidak, ini nanti hanya sekedar nama saja, perkumpulan saja, mungkin arisan saja, dan tidak lebih dari itu.” kata Kameo.
Kameo menambahkan, IKA juga bisa ikut menyumbang ide dan pikiran kepada pemangku kepentingan berkaitan dengan kegiatan pembangunan di Amfoang.
Walapun IKA tidak secara eksplisit melakukan eksekusi, tapi pikiran-pikiran bisa diusulkan. Tapi kalau IKA bisa action, bisa eksekusi, itu lebih bagus lagi.” tambah Kameo.
Kameo memberi saran, melaui IKA, anak-anak muda Amfoang di Kota Kupang bisa terlibat dalam aksi bersama dengan kawan-kawan muda yang berada di Amfoang untuk mengembangkan suatu usaha kecil yang memberdayakan. Melalui IKA, saran Kameo, ide berkaitan dengan pemberdayaan dan usaha kecil tidak hanya didiskusikan, tetapi bisa dipraktekkan lebih dulu. Misalnya, contoh Kameo, anak-anak muda di Kota Kupang yang mengetahui informasi tempat dan harga jual pakan ternak dan obat-obatan bisa urunan modal dan bekerja sama dengan para pemuda yang berada di Amfoang untuk memelihara sapi, babi, atau ayam.
“Nah itu action. Baru muncul IKA. Kegiatan seperti itu bukan untuk diri sendiri. Itu telah membantu daerah ini melalui diri sendiri. Pertama membantu diri sendiri. Diri sendiri itu totalnya keluarga, total dari keluarga-keluarga itu adalah kampung. Jadi kalau keluarga maju, itu kampung maju. Kampung maju, itu kecamatan maju. Kecamatan maju, itu kabupaten maju.” tegas Kameo.
Menurut Kameo, beberapa contoh action yang disampaikan olehnya bukan hal yang sekedar ide, tetapi bisa dilaksanakan. Karena itu, Kameo menyarankan agar saat para pengurus IKA duduk bersama, mereka bisa berdiskusi untuk menurunkannya dalam suatu rencana yang eksplisit.
“Kita duduk diskusi, duduk baomong itu sudah biasa. Menurunkannya dalam suatu rencana yang eksplisit itu yang tidak biasa. Jadi ada beda antara, berbicara tentang jalan ke sana itu bagaimana, dengan menjalankannya.” kata Kameo.
Bagi Kameo, agar ide-ide action bisa dioperasionalkan, diskusi-diskusi harus dibangun secara intensif sampai ada saling pengertian dan kesepahaman hingga tiba pada titik ketika pembicaraan harus diturunkan dalam langkah operasional yang konkrit.
“Misalnya kita ingin bangun pariwisata berbasis budaya di O’aem. Kita diskusikan bersama. Siapa yang bisa gambar desainnya, akses jalan masuk bagaimana, uangnya dari mana, dan seterusnya, kita tuliskan. Mungkin bisa kredit dari Bank NTT. Itu actionnya. Baru kita datang bawa proposal…
…Jadi jelas. Orang yang mau bantu juga mau karena konsepnya jelas. Yang lebih bagus lagi, kita sudah kerjakan item A, B, dan C misalnya. Kita tidak mampu D dan E. Bawa proposal, bapak gubernur kami minta dukungannya. Pak Bupati, ini kabupaten harus masuk karena kalau kami sendiri tidak bisa. Gubernur NTT, tolong kami. Kami butuh 100, punya 80 sisa 20. Itu baru boleh. Kalau kita datang bawa proposal untuk acara ramah tamah, itu seharusnya tidak boleh.” jelas Kameo.
Solidaritas, Roh Penggerak IKA
Tidak lepas dari dinamika yang ada, IKA di Kota Kupang saat ini merupakan representasi dari ratusan ribu jiwa di Amfoang. IKA menjadi tempat berkumpul orang-orang terpelajar dan terdidik dari Amfoang. Orang-orang mengerti dari Amfoang ada dalam IKA. Banyak orang pintar dari Amfoang ada di dalam IKA.
Karena itu, seperti harapan Prof. Kameo, IKA harus dijadikan sebagai rumah bersama bagi semua warga Amfoang yang ada di Kota Kupang saat ini. Tentu saja dinamika yang ada perlu dikelola sebaik mungkin. Begitulah resiko yang harus diterima jika ingin menjadi sebuah rumah yang besar. Yang penulis yakini, jaman memang terus berubah, dan IKA yang sudah ada lebih dari 50 tahun jelas dituntut untuk ikut berubah. Tetapi, meskipun dinamika dan tantangan yang dihadapi para tetua pendiri IKA jelas saja berbeda dengan dinamika dan tantangan yang berhadapan dengan pengurus saat ini, solidaritas, roh yang menggerakkan IKA sejak awal keberadaannya hingga hari ini tentu akan tetap ada, dipelihara, dan diwariskan kepada generasi Amfoang saat ini yang terus datang dan menetap di Kota Kupang. Semoga.*Tim/referensi.
]]>