Sekolah Kristen dan Permasalahannya
Penulis: Anna Mariana Poedji Christanti – FSI Club Ministry
https://www.fsiclubministry.com/
Masalah-masalah yang timbul di sekolah Kristen disebabkan ketika keadaan ideal pendidikan Kristen, tidak terjadi di sebuah lembaga pendidikan atau sekolah Kristen. Inilah paparan mengenai masalah-masalah di sekolah Kristen pada umumnya. Tiga model sekolah Kristen di era modern ini adalah :
Bacaan Lainya:
(1) Pragmatis, yang kekuatannya adalah fokus kepada mereka, dengan kelemahan bersifat dualisme;
(2) Pemuridan, yang kekuatannya integrasi Alkitab, sedang kelemahannya fokus pada kita;
(3) Misi, dengan kekuatan fokus kepada mereka dan adanya integrasi Alkitab, sedang kelemahannya pada misiologi kelas yang lemah.
Pada umumnya sekolah Kristen yang didirikan di era modernisasi ini adalah model pragmatis atau pemuridan. Adapun sekolah-sekolah Kristen yang didirikan agen misionaris, bertujuan memberikan keahlian yang memampukan peserta didik berkembang secara ekonomi dan bertahan atau berkembang di dunia ini melampaui komunitas suku mereka. Namun karena fondasinya bersifat pragmatis dan tidak integral dengan visi hidup Kristen mereka, memberikan peluang orang-orang non Kristen mengambil alih pengajaran supaya misi dapat berkonsentrasi pada pengajaran Alkitab dan perintisan gereja.
Beberapa pendirian sekolah Kristen lainnya bertujuan untuk menarik orang-orang yang belum percaya ke dalam aktivitas khusus, bukannya melatih dan mengirimkan orang-orang percaya untuk mempresentasikan Kristus di tempat kerja, rumah, aktivitas rekreasi-seluruh komunitas. Sekolah sebagai tempat komunitas, tidak cocok dengan model jemaat perintisan gereja.
Di samping itu para misionaris tidak memiliki filosofi pendidikan Kristen yang terintegrasi dan berkembang dengan baik, karena banyak di antara mereka tidak pernah duduk di sekolah Kristen sebelum mereka menjadi misionaris. Dengan semakin maraknya pendirian ‘sekolah netral’ maka semakin jelaslah pemisahan antara yang rohani dan sekuler.Keadaan ini serupa dengan hal memperlakukan Kristus dan Alkitab seakan-akan mereka tidak relevan dalam kelas sains, meskipun mereka memegang teguh Kristus dan Alkitab di luar kelas. Pelatihan teologis yang mereka miliki hanya diaplikasikan dalam pengajaran di gereja, sehingga kenyamanan bersama Tuhan hanya terasa di kelas Alkitab.
Mereka mengalami kesulitan yang nyata untuk menemukan Tuhan dan FirmanNya dalam mata pelajaran yang diajarkan, jika tidak sedang ‘berkotbah’.
Keprihatinan yang mendalam atas krisis yang terjadi dalam pendidikan Kristen yang menjadi masalah klasik dan kronis. Keadaan ini yang hingga era di atas tahun 2000 dirasakan, terutama disebabkan terkikisnya bahkan hilangnya tujuan pendidikan Kristen itu sendiri.Dengan pengabaian tujuan utama, maka pendidikan Kristen hanyalah sebagai kegiatan semata yang tanpa arah, seperti tubuh tanpa jiwa. Lebih parahnya jika keadaan seperti itu tidak disadari sebagai suatu masalah. Setiap orang yang terlibat dalam pendidikan Kristen yang telah kehilangan tujuannya seringkali mengklaim bahwa masalah terjadi karena metode pengajaran yang kurang tepat. Mereka meletakkan metode, materi, atau hal-hal lainnya sebagai hal utama menggantikan tujuan. Salah satu gejala yang terlihat adalah ketika para pendidik berusaha sekedar menyebutkan ayat Alkitab saat mengajar sebagai syarat untuk menunjukkan adanya unsur kekristenan dalam pelajaran yang sedang diampunya. Kenyataan inilah yang pada akhirnya menghancurkan secara dahsyat bangunan Kristen seiring dengan lenyapnya tujuan utamanya.
Di sisi yang lain, walau banyak dicetak buku-buku teks Kristen namun seringkali hanya memperkenalkan Alkitab yang menghubungkannya dengan mata pelajaran dengan cara yang sangat berbeda dengan pemikiran para pendidik dan para peserta didik. Lebih mudah menambahkan ayat Alkitab daripada menghubungkan mata pelajaran sekolah dengan Pencipta dan pesan Alkitab secara bermakna. Dalam konteks pendidikan, buku juga memiliki peranan yang amat strategis. Dari buku inilah, peserta didik dapat membaca berbagai pengetahuan yang harus dikuasai. Oleh sebab itu, buku pelajaran sekolah tidak boleh memuat informasi yang salah. Karena jika ada buku pelajaran sekolah yang salah, berarti menyesatkan peserta didik yang adalah generasi muda dalam mempelajari bidang ilmu tertentu. Pengadaan buku merupakan bagian penting dari implementasi kurikulum yang menganut pandangan tertentu. Pada model pembelajaran yang tidak langsung dengan guru itulah peranan buku teks amat penting dan strategis. Informasi dan muatan pengetahuan dalam buku teks tidak mudah hilang sebagaimana yang mungkin terjadi pada model interaksi pembelajaran secara langsung, antara peserta didik dan pendidik di kelas. Jika terjadi kesulitan terhadap pemahaman konsep tertentu, siswa dapat melihat kembali di dalam buku teks yang dimilikinya. Buku teks dalam kerangka pencapaian target kurikulum dapat dikategorikan sebagai guru kedua bagi peserta didik. Karena perannya yang strategis dalam pencapaian kurikulum, buku teks perlu dipersiapkan perencanaan, dan evaluasi kurikulum dalam berbagai tingkatan. Saat ini pendidikan nasional di Indonesia banyak mengalami malpraktek dilihat dari aspek kurikulum. Implementasi kurikulum kurang memperhatikan tujuan akhir pendidikan. Para aparat pendidikan seringkali berpikir tentang kurikulum dalam arti produk. Mereka kurang merefleksikan kurikulum dalam arti lebih luas, yaitu sebagai program, tujuan belajar, serta pengalaman belajar yang perlu dan harus diberikan kepada peserta didik. Sekolah hanya memusatkan diri pada pencapaian target kurikulum dalam domain kognitif semata. Persoalan sistem nilai, kreativitas, dan kompetensi perilaku peserta didik kurang mendapatkan perhatian secara proporsional.
Di Indonesia terdapat persoalan pendidikan yang cukup serius setelah tahun 2000. Adanya pengaruh perubahan teknologi yang sangat cepat dan disertai adanya semangat globalisasi mengubah cara hidup masyarakat secara cepat. Kepada anak-anak sebagai generasi penerus juga tidak kalah pengaruhnya. Hal ini menyebabkan persoalan yang dialami anak-anak Indonesia semakin beragam. Mereka mengalami krisis idola nasional dan idola religius sebagai akibat begitu meledaknya teknologi komunikasi melalui televisi yang bersifat global. Pahlawan nasional tidak dikenal, tokoh religius yang menjadi teladan tidak menarik unuk ditiru, di sisi lain superhero lebih dikenal. Nilai-nilai positif juga susah dikembangkan. Keadaan ini melanda seluruh lingkup pendidikan yang ada di Indonesia, tidak terkecuali sekolah dengan pendidikan Kristen.
Masalah pendidikan di Indonesia adalah:
(1) perkembangan cepat jumlah pengetahuan dan jenisnya serta keterampilan manusia, sehingga menyulitkan seorang pribadi memiliki pandangan menyeluruh, yaitu pemanduan segala aspek kehidupan sebagai bakti dan kasih kepada Tuhan yang menjadi pusat keterpaduan pribadi manusia; dan
(2) dalam pengelolaan pendidikan, khususnya penggunaan perangkat berupa buku-buku teks pelajaran yang kurang akan perenungan pandangan hidup sebagai norma-norma nilai pendidikan Kristen.
Kepustakaan:
Klassen, Harold
2008 “Foundation and Philosophy of Christian School Education” Bahan Kuliah ACSI Indonesia
Mardiatmadja, B.S.
1986 Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Suyanto dan Djihad Hisyam
1999 Refleksi dan Reformasi. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Wilhoit, Jim
1986 Christian Education and the Search for Meaning. Grand Rapids, Michigan: Baker Book
House
