Hosea 1:2-11
Saya tidak tahu kesan anda membaca ayat tadi. Ini yang saya bayangkan: ada waktu Tuhan berdiam diri. Ia tidak mau bicara. Dan ada waktu Tuhan tidak mau berdiam diri. Tuhan berbicara. Alkitab bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan yang berbicara. Ia menciptakan segala-sesuatu dengan bersabda. Sabda Allah memiliki daya cipta yang luar biasa. Sabda itu memungkinkan sesuatu ada dari yang semula tidak ada. Allah dan Sang Sabda itu satu adanya.
Kapan Tuhan mulai berbicara? Sejak awal, waktu langit dan bumi ada. Justru karena Tuhan bicara maka dunia ada. Ini yang ada dalam cerita penciptaan. Setelah langit dan bumi ada Tuhan terus berbicara. Dia tidak mau tinggal diam. Tuhan terus berbicara sampai hari ini. Dia berbicara dengan menggunakan berbagai cara. Ia berbicara dalam alam. Ia juga berbicara dalam hati nurani kita. Dan yang terutama Tuhan berbicara melalui firman dan karyaNya. Mengapa Tuhan perlu bicara lagi, padahal langit dan bumi sudah ada?
Ya, karena manusia bikin banyak kesalahan. Tuhan bicara dengan Adam dan Hawa waktu mereka melawan Allah dan saling mempersalahkan. Dia bicara dengan Kain waktu Kain membunuh Habel. Begitu juga dengan Nuh, Abraham, Samuel, Yesaya, dst. Kalau Tuhan bicara itu berarti Tuhan mau bikin apa yang tidak beres kembali jadi baik. Ada harapan baru, ada sukacita bagi dunia kalau Tuhan Allah buka mulut untuk berbicara. Kita justru harus sedih dan takut kalau Tuhan berhenti berbicara.
diakonia adalah pelayanan kasih yang memberikan kebaikan-kebaikan berdasarkan kemurahan Allah dalam rangka mengubah dan meningkatkan kesejahtaraan jemaat dan masyarakat.
Kenapa? Kalau Tuhan bicara ada kehidupan. Nah kalau Tuhan diam, celaka. Pasti terjadi khaos, akan muncul kematian. Ini yang kita lihat waktu Yesus disalibkan. Tuhan Allah diam. Akibatnya matahari berhenti bersinar. Tirai Baik Allah robek bagi dua. Berdoalah supaya Tuhan Allah terus bicara. Dan kalau Dia bicara, kita harus pasang telinga karena Firman itu memberi kehidupan.
Kitab Hosea mulai dengan kalimat: “Ketika Tuhan mulai berbicara.” Ah, ada kejahatan yang Tuhan Allah mau ubah jadi kebaikan. Kejahatan itu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari manusia. Bangsa Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Mereka mengingkari ikrar kesetiaan mereka kepda Yahweh.
Alkitab menggambarkan relasi Tuhan dan Israel ibarat hubungan suami-istri. Allah adalah suami. Israel istri. Israel tidak henti-hentinya berlaku serong. Ia tidak setia kepada Allah. Itu nyata bukan hanya dalam hal ibadah dan pemujaan. Perselingkuhan Israel nyata dengan sangat memalukan dalam kehidupan sosial. Terjadi berbagai bentuk pemerasan, penindasan dan kejahatan. Para pemimpin bangsa itu hanya mau memperkaya diri. Selain itu mereka malah merampas hak milik orang miskin.
Kejahatan-kejahatan sosial ini jelas-jelas bertentangan dengan hukum, keadilan dan kasih Allah. Ibarat hubungan suami istri, Israel berlaku sundal dan berselingkuh. Allah mulai berbicara. Ia ingin memanggil kembali Israel dari kesesatannya. Ia ingin membuat Israel sadar akan kebejatan itu.
Tuhan memerintahkan Hosea kawin dengan perempuan sundal. Ini perintah yang keras. Adat kita menggariskan bahwa kawin dengan perempuan atau laki-laki sundal adalah kekejiaan. Kita tidak tahu apakah Tuhan mengetahui adapt ini atau tidak. Yang kita tahu ialah, Tuhan Dia memerintahkan Hosea kawin melanggar adat.
Kita baru tahu mengapa Tuhan memerintahkan Hosea berbuat begitu waktu baca kalimat berikut: “Karena negeri ini bersundal dengan membelakangi Tuhan.” Jadi perkawinan Hosea dengan perempuan sundal itu sebuah perumpamaan tentang hubungan Allah dengan Israel.
Ya, coba ingat. Di banyak budaya orang menyebut langit sebagai laki-laki dan bumi perempuan. Orang Israel juga pikir begitu. Langit dan yang ada di dalamnya laki-laki (syamayim), sedangkan bumi itu perempuan (aretz). Dalam bahasa Ibrani, ata yang diakhiri dengan im berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan yang berakhiran lain tanda bahwa kata itu berjenis perempuan. Langit itu, syamayim. Ia laki-laki. Bumi itu aretz. Ia perempuan.
Dalam perumpamaan ini ditegaskan bahwa Israel bersundal. Dia tidak setia lagi dengan Tuhan. Nah, Hosea mesti menunjukkan kasih setia Tuhan yang tidak berubah kepada dunia dan manusia dengan cara mengawini seorang perempuan sundal. Ada hal jahat yang dilakukan Israel, baik terhadap Tuhan, maupun terhadap anak-anak ciptaan Tuhan lainnya. Tapi Tuhan Allah tidak membenci, memarahi atau menolak Israel. Memutuskan hubungan perjanjian dengan Israel, sang istri, bukan jalan keluar yang bijak.
Di mana saja jika ada persoalan muncul antara dua pihak. Menuntut cerai, atau memutuskan relasi yang sudah ada bukan solusi yang baik. Cara terbaik menyelesaikan soal yang muncul dalam rumah tangga, juga dalam relasi suami-istri adalah dengan berusahan memperbaiki hubungan itu. Hal ini ditunjukan Tuhan Allah dalam kitab Hosea. Tuhan mulai berbicara kepada Hosea.
Ini pelajaran penting sekali. Kalau para suami atau istri memilih cara penyelesaian masalah seperti dilakukan Tuhan, mereka tidak meminta cerai, tapi cari jalan untuk memperbaiki kembali perkawinan yang rusak, akan ada banyak berkat yang bisa diperoleh dan banyak malapetaka lebih parah bisa dicegah. Setidak-tidaknya, pasti anak-anak yang lahir dalam rumah tangga itu tertolong untuk hidup yang baik di masa depan. Mereka bahkan bisa belajar mengampuni, dari pengalaman kedua orang tuanya.
Jemaat yang kekasih, kita seringkali sedih lihat anak-anak yang orang-tuanya bercerai. mereka kehilangan kasih sayang. Lalu mereka tumbuh menjadi anak-anak yang tanpa kasih sayang. Hidup mereka menjadi gelap. Masa depan mereka buram. Bahkan ada di antara mereka yang memutuskan lari ke narkoba. Dan yang paling tragis ialah bunuh diri.
Kita perlu belajar dari cara Tuhan menyelesaikan masalah relasi antara Dia dengan Israel. Tuhan tidak menuntut perceraian. Ia bekerja bagi pemulihan relasi yang rusak itu. Betapa dalamnya kasih cinta Tuhan yang melatar-belakangi tindakannya untuk memulihkan relasi yang rusak itu. Dan akibat dari cara penyelesaian masalah yang Tuhan lakukan itu sangat baik bagi anak-anakNya.
Dalam cerita rumah tangga Hosea, kita lihat bahwa anak-anak yang lahir dari perkawinannya dengan Gomer, memiliki hidup yang bermartabat. Yizreel dan Lo-ruhama, hidup dalam kasih dan pengampunan yang ajaib. Kita juga bisa menyelamatkan masa depan anak-anak kita jika kita meniru Tuhan dalam menyelesaikan berbagai kasus dalam rumah tangga. Kita pasti bisa. Tuhan siap menolong kita. Amin. ]]>