
Perjuangan saya ini adalah kelanjutan dari upaya saya untuk memastikan agar warga korban bencana Seroja sungguh diurus negara. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan dan Mitigasi Bencana mengamanatkan agar negara mengurus warganya yang terkena dampak bencana, mulai dari fase penyelamatan, fase tanggap darurat, hingga fase relokasi, renovasi, rehabilitasi dan rekonstruksi
Jakarta, Suara Harapan – Kemarin saya menerima kunjungan Kepala Desa (Kades) Oesena, Bapak Nelson Boimau dan Sekretaris Dinas (Sekdis) Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Perkim) Kabupaten Kupang, Bapak Teldi Sanam beserta rombongan di Ruangan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI.

Mereka menyampaikan aspirasi perihal alih fungsi kawasan hutan menjadi pemukiman bagi warga 2 dusun korban bencana Seroja di Desa Oesena.
Mereka meminta bantuan saya untuk membantu mengawal proses tersebut.
Sehari sebelumnya, saya telah menugaskan staf saya untuk mendampingi Kades Oesena, Sekdis Perkim dan rombongan saat mengurus permohonan alih fungsi lahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kades Oesena menceritakan, akibat bencana badai Seroja yang terjadi pada bulan April, terjadi retakan pada permukaan tanah pemukiman warga.
Kondisi ini mengakibatkan warga tidak bisa lagi mendiami wilayah tersebut.
Selama 3 bulan, kurang lebih 239 kepala keluarga mengungsi dan tinggal di penampungan, di gereja dan di Balai Desa.
Saat ini, ketika hujan masyarakat kembali ke tempat penampungan karena khawatir hujan bisa mengakibatkan longsor dan bencana lainnya.
Kades menyampaikan, pada Mei 2021 satgas dari Direktorat Jenderal Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menggelar sosialisasi kepada warga perihal rencana pembangunan perumahan bagi korban badai Seroja.
Direncanakan, pada bulan Juni satgas akan melakukan pembersihan lokasi dan selanjutnya mulai membangun pemukiman.
Namun, hingga Oktober 2021, belum ada realisasi karena beberapa kendala teknis.
Terutama menyangkut status kepemilikan lahan sebagai lokasi baru pemukiman warga yang adalah kawasan hutan di bawah otoritas KLHK.
Pemerintah Kabupaten Kupang belum bisa merelokasi warga karena terlebih dahulu harus memastikan izin alih fungsi hutan untuk penggunaan menjadi pemukiman warga.
Luas lahan yang dibutuhkan untuk pemukiman warga 2 dusun yakni 4,8 hektar.
Lahan yang dimaksudkan termasuk dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas.
Sebagai Wakil Rakyat yang duduk di Komisi IV dan bermitra kerja dengan KLHK, Kades dan warganya datang menyampaikan permohonan bantuan kepada saya.
Sembari berdiskusi dengan warga, saya langsung menelpon Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Lingkungan, KLHK Pak Herban Heryandana untuk bisa membantu menyelesaikan permasalahan warga Desa Oesena.
Saya sengaja mendengarkan percakapan saya dengan Pak Herban kepada warga Oesena sebagai bukti bahwa saya ikut membantu proses ini.
Sebagai informasi, saat ini Komisi IV DPR RI tengah membentuk Panitia Kerja (Panja) Pelepasan dan Pengunaan Kawasan Hutan dan saya duduk sebagai anggota Panja.
Sebagai Wakil Rakyat, saya berkomitmen mendukung, melanjutkan dan memperjuangkan aspirasi warga Oesena kepada KLHK dalam kesempatan rapat di Komisi IV DPR RI.
Perjuangan saya ini adalah kelanjutan dari upaya saya untuk memastikan agar warga korban bencana Seroja sungguh diurus negara.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan dan Mitigasi Bencana mengamanatkan agar negara mengurus warganya yang terkena dampak bencana, mulai dari fase penyelamatan, fase tanggap darurat, hingga fase relokasi, renovasi, rehabilitasi dan rekonstruksi.*Sipers ]]>