Majalah Suara Harapan – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kupang, sebagai lembaga perwakilan rakyat, seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Namun, pengamatan penulis menunjukkan bahwa realita yang terjadi jauh panggang dari api. Alih-alih menjadi contoh teladan dalam pengabdian, DPRD Kabupaten Kupang justru gagal total dalam menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat yang tulus melayani.
Salah satu indikasi kegagalan ini terletak pada lemahnya penegakan kode etik. Dasar-dasar pijakan yang seharusnya menjadi pedoman bagi para anggota dewan dalam bertindak dan mengambil keputusan, tampak tidak diindahkan.
Penulis mengamati bahwa DPRD Kabupaten Kupang cenderung reaktif, menunggu kasus viral terlebih dahulu sebelum bertindak. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran internal akan pentingnya menjaga integritas dan etika sebagai seorang wakil rakyat.
Kasus yang menimpa Hengky Febrianus Loden dari Partai Bulan Bintang dan Yayarib Mau dari Golkar menjadi contoh nyata dari lemahnya penegakan kode etik di DPRD Kabupaten Kupang.
Alih-alih diselesaikan secara transparan dan akuntabel, kasus ini justru “dibungkus rapi” dengan berbagai alasan yang tidak jelas.
Masyarakat Kabupaten Kupang menjadi saksi bisu dari ketidakmampuan DPRD dalam menyelesaikan permasalahan internal secara profesional.
Ketidakmampuan DPRD Kabupaten Kupang dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran kode etik mencerminkan kurangnya komitmen.
Hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perwakilan rakyat ini.
Masyarakat merasa bahwa suara mereka tidak didengar dan kepentingan mereka tidak diperjuangkan oleh para wakilnya.
Oleh karena itu, penulis mengajak seluruh warga Kabupaten Kupang untuk melakukan aksi misi ketidakpercayaan terhadap DPRD Kabupaten Kupang


































