Media Suara Harapan
Majalah Suara Harapan – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan representasi rakyat yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga moralitas dan etika pemerintahan di tingkat daerah.
Namun, kasus yang menimpa Hengky Febrianus Loden dari Partai Bulan Bintang dan Yoyarib Mau dari Partai Golkar menjadi preseden buruk yang mencerminkan lemahnya penegakan kode etik di DPRD Kabupaten Kupang.
Permasalahan ini bukan sekadar pelanggaran individu, melainkan juga menyoroti krisis kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.
Kasus ini semakin diperburuk oleh respons dari pimpinan DPRD dan Badan Kehormatan (BK). Pimpinan DPRD, sebagai pengawas utama perilaku anggota dewan, justru menginstruksikan BK untuk menerapkan kode etik dan tata beracara yang lama. Instruksi ini, ironisnya, ditolak oleh BK dengan alasan kode etik tersebut telah “kadarluarsa”. Informasi yang lebih mencengangkan lagi adalah, menurut sumber anonim, kode etik periode sebelumnya bahkan masih berupa draf yang belum disahkan melalui paripurna. Hal ini mengindikasikan adanya kelalaian sistematis dalam penyusunan dan penerapan aturan etika yang seharusnya menjadi pedoman bagi seluruh anggota DPRD.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana mungkin DPRD dapat menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi secara efektif jika aturan dasar mengenai perilaku anggotanya sendiri tidak jelas dan tidak ditegakkan? Lebih jauh lagi, bagaimana masyarakat dapat mempercayai lembaga yang anggotanya diduga melanggar etika, sementara mekanisme penegakan hukum internalnya lumpuh?
Penulis menilai jika BK tidak mampu menyelesaikan masalah ini, sebaiknya mereka mengundurkan diri. Usulan ini bukan tanpa dasar. Keberadaan Yoyarib Mau, salah satu anggota yang bermasalah, sebagai Wakil Ketua BK, jelas menimbulkan konflik kepentingan yang serius.
Bagaimana mungkin seorang yang diduga melanggar etika justru menjadi bagian dari lembaga yang bertugas menegakkan etika tersebut? Situasi ini menciptakan persepsi ketidakadilan dan merusak kredibilitas BK di mata publik.


































