Majalah Suara Harapan – Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan tahapan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Tahapan proses ini, aspirasi masyarakat, yang seringkali disalurkan melalui anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melalui Pokok Pikiran (Pokir), menjadi salah satu pertimbangan penting.
Namun, di Kabupaten Kupang, proses akomodasi Pokir dalam APBD 2025 justru memicu kekecewaan dan keresahan mendalam di kalangan sebagian anggota DPRD.
Sumber utama kekecewaan ini adalah adanya perbedaan perlakuan terhadap Pokir yang diajukan.
Sebagian Pokir berhasil diakomodir dalam APBD, sementara sebagian besar lainnya tidak.
Padahal, seluruh Pokir tersebut berasal dari aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada anggota DPRD melalui reses.
Perbedaan perlakuan ini menimbulkan pertanyaan besar dalam proses pengambilan keputusan.
Keresahan semakin memuncak karena muncul dugaan bahwa Pokir yang berhasil diakomodir hanya milik anggota DPRD tertentu.
Anggota DPRD yang Pokirnya tidak diakomodir merasa “sakit hati” karena aspirasi masyarakat yang telah mereka janjikan tidak dapat direalisasikan.
Hal ini tidak hanya merusak kepercayaan diri anggota DPRD, tetapi juga berpotensi merusak hubungan mereka dengan konstituennya.
Masyarakat akan merasa bahwa aspirasi mereka tidak didengar dan diabaikan. Menyikapi situasi ini, tuntutan kuat muncul agar pimpinan DPRD Kabupaten Kupang menunjukkan kearifan dan kebijaksanaan.
Karena itu, pimpinan diharapkan dapat mengevaluasi mengambil langkah-langkah mengupayakan Pokir yang telah diserap dari masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.