KUPANG, SH – Kegiatan Knowledge Sharing Meeting Program READSI yang digelar di Aula Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kupang, 5-8 Agustus 2024, menghadirkan cerita-cerita inspiratif dari para petani di 20 desa yang mendapat dukungan melalui program READSI.
Dikson Rami, anggota Kelompok Tani Berkat Usaha Desa Sumlili, Kupang Barat, membagikan pengalamannya dalam memulai dan mengembangkan usaha bawang merah.
“Saya memang masih pemula, tapi saya dapat banyak pengalaman dari teman-teman yang lain,” ungkapnya dengan rendah hati.
Petani muda itu mengakui bahwa modal menjadi tantangan utama. “Tahun lalu, harga bibit bisa mencapai Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per kilogram. Karena itu, kami harus pinjam modal dari koperasi Swasti Sari,” jelasnya.
Rami juga menekankan pentingnya keterampilan dalam budidaya. “Walaupun kita tanam banyak, belum tentu dapat hasil banyak. Pengolahan lahan harus bagus, tanah harus lembut, dan perawatan harus teliti untuk menghindari serangan hama,” tuturnya.
Cerita suksesnya terungkap saat ia menceritakan hasil panen rekan sesama petani. “Ada anggota kami yang tanam 1 hektar, dia panen dapat 8 ton. Dengan harga jual sekarang Rp 10 ribu per kg, itu sudah pendapatan yang lumayan,” ujarnya.
Sedangkan di lahan 25 are yang dikelolanya, Rami mendapatkan hasil sekitar 2 ton dengan harga jual Rp 20 ribu per kilogram.
Hasil itu menurutnya belum memuaskan karena biaya operasionalnya lumayan besar, termasuk untuk membeli pupuk dan obat-obatan.
“Makanya kemarin sempat ada pelatihan pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati dan kita sudah mulai coba-coba buat,” lanjutnya.
Petani lain juga berbagi cerita sukses mereka, mulai dari inovasi hortikultura di Amfoang Tengah, hingga keberhasilan peternakan di Amabi Oefeto Timur dan Takari.
Alia, Fasilitator Desa Oetmanunu, Kupang Barat, menegaskan peran penting Program READSI dalam transformasi pertanian di wilayah tersebut.
“Setelah READSI masuk, para petani dilatih menggunakan teknologi modern seperti irigasi tetes. Ini sangat membantu menghemat air dan meningkatkan produktivitas,” jelasnya.
Christofel Pasole, Deputi Manager READSI, menekankan bahwa program ini tidak hanya fokus pada teknik pertanian, tetapi juga pada perubahan pola pikir.
“Kami mengajarkan literasi keuangan, cara membuat pembukuan, dan mendorong smart farming. Tujuannya agar petani bisa lebih sejahtera dan pertanian menjadi menarik bagi generasi muda,” tutupnya. (*)