Kejadian misterius internal DPRD Kabupaten Kupang mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh lembaga legislatif dalam menjaga integritas dan kedisiplinan anggotanya. Jerri Pelokila dan Badan Kehormatan DPRD menekankan pentingnya penyelesaian kasus ini dengan pendekatan yang lebih formal dan terstruktur, terlepas dari kesepakatan damai yang telah dicapai. Penguatan regulasi mengenai kode etik dan prosedur penanganan adalah langkah penting untuk mencegah insiden serupa di masa depan. Hanya dengan langkah tersebut, DPRD Kabupaten Kupang dapat berfungsi dengan baik sebagai lembaga yang kredibel di mata publik.
Majalah Suara Harapan – Melalui peran pentingnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berfungsi sebagai pengawas dan pengatur kebijakan daerah. Namun, seperti banyak lembaga lainnya, DPRD Kabupaten Kupang tidak luput dari permasalahan internal, termasuk insiden misterius suara “punch-punch” di antara anggotanya. Dalam konteks ini, Senin, 23 Juni 2025 melalui Whatsapp, Jerri Pelokila, Ketua Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Kupang, memberikan pandangannya terkait penanganan insiden kejadian suara “punch-punch” di ruang rapat kerja ketua DPRD.
Adapun penjelasannya, terungkap sejumlah problematik yang menyoroti kesulitan Badan Kehormatan dalam menjalankan fungsi pengawasan di tengah kurangnya regulasi yang memadai.
Politisi Gelora ini mengungkapkan bahwa insiden suara “punch-punch” yang terjadi di internal DPRD Kabupaten Kupang telah dianggap “selesai” setelah pihak-pihak yang terlibat mencapai kesepakatan damai.(informasi yang didapat, usai Insiden misterius sudah ada pendamaian antara korban dan pelaku di ruang kerja ketua DPRD)
Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun tindakan suara “punch punch” tersebut mengakibatkan permasalahan yang serius, penyelesaiannya dilakukan secara informal tanpa adanya langkah hukum yang lebih lanjut.
Pendekatan ini dapat menjadi perdebatan, mengingat pentingnya institusi DPRD untuk menegakkan integritas dan menjunjung tinggi kode etik agar tidak menciptakan preseden negatif.
Namun, Pelokila menyoroti bahwa Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Kupang merasa terhambat dalam mengambil tindakan lebih lanjut terkait Insiden tersebut.
Masalah utama yang dihadapi adalah kurangnya laporan resmi dari pihak-pihak yang terlibat dalam insiden (Pelaku maupun korban, disebabkan, BK dapat informasi melalui pemberitaan Media)
Sifat informal dari penyelesaian yang terjadi menghilangkan dasar bagi Badan Kehormatan untuk menindaklanjuti Insiden itu secara formal.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya keengganan untuk melaporkan insiden dapat memperburuk situasi dan membuat Badan Kehormatan berada dalam posisi serba dilematis, ujar putera Sulamu.
Mantan Desa Pariti ini kembali berujar, Satu di antara faktor yang membuat penanganan Insiden misterius ini menjadi rumit adalah ketidaklengkapan regulasi yang mengatur kode etik dan prosedur Badan Kehormatan.
Jerri menegaskan bahwa tanpa adanya regulasi yang jelas dan kuat, Badan Kehormatan tidak memiliki pedoman yang tepat dalam menangani pelanggaran, termasuk Insiden misterius kemarin.
Keberadaan regulasi yang tidak memadai menciptakan ruang abu-abu dalam penegakan disiplin dan memberi peluang bagi anggota DPRD untuk menghindar dari tanggung jawab, pungkasnya.
 
			






















 
							











