Suara Harapan – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia memperingatkan bahwa Nusa Tenggara Timur (NTT) berpotensi menghadapi kekeringan ekstrem yang berkepanjangan hingga Oktober 2024.
Peringatan ini datang setelah analisis BMKG menunjukkan kondisi kering yang sudah mulai memasuki wilayah Indonesia, khususnya di bagian selatan Khatulistiwa, dan diprediksi akan semakin parah di NTT dalam beberapa bulan mendatang.
“Sebagian besar wilayah NTT diprediksi akan segera memasuki musim kemarau dan kondisi kekeringan ini akan mendominasi hingga akhir bulan Oktober,” ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Rabu (29/5).
BMKG menyoroti bahwa mayoritas wilayah NTT sudah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) yang cukup panjang. Hal itu meningkatkan risiko kekeringan meteorologis yang dapat berdampak signifikan pada pertanian, ketersediaan air, dan risiko kebakaran hutan dan lahan.
Dwikorita juga menekankan bahwa NTT, bersama dengan sebagian besar Pulau Jawa, Bali, dan sebagian wilayah lainnya, termasuk dalam daerah dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah, yaitu kurang dari 50mm per bulan.
Kondisi ini memerlukan perhatian khusus dan langkah-langkah mitigasi yang lebih intensif untuk mengantisipasi dampak kekeringan.
BMKG telah menyampaikan laporan kepada Presiden mengenai kondisi iklim dan kesiap-siagaan kekeringan tahun 2024, menekankan perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah pusat dan daerah NTT untuk mengantisipasi dan meminimalkan risiko dan dampak kekeringan yang berkepanjangan ini.
Untuk memitigasi potensi bencana kekeringan di NTT, BMKG merekomendasikan penerapan teknologi modifikasi cuaca untuk pengisian waduk-waduk dan membasahi lahan gambut.
Selain itu, BMKG juga mendorong upaya pemanenan air hujan melalui berbagai metode seperti tandon air, embung, dan sumur resapan.
“Terkait pertanian, pola dan waktu tanam perlu disesuaikan dengan kondisi iklim kering yang berkepanjangan,” tambah Dwikorita. (*)