KUPANG, SH – Semburat jingga menghiasi langit Oesao, Kecamatan Kupang Timur, saat kami tiba di kebun milik Amsal Nitti, Rabu (10/7). Di hamparan sawah yang luas terlihat deretan tanaman tomat yang kokoh dengan buah-buahan yang berkilauan diterpa sinar senja.
Amsal dan anak-anaknya tengah sibuk memasukkan tomat yang baru dipanen ke dalam ember untuk kemudian disalin ke dalam karung.
“Ini kami baru abis panen. Sudah tujuh kali panen. Panen pertama itu sekitar satu bulan lalu,” ujar Amsal membuka pembicaraan.
Menurut Amsal, tomat-tomat itu dipanen 2 kali seminggu atau sekitar 3 sampai 4 hari sekali. Di panenan empat hari sebelumnya mereka mendapatkan 120 ember.
Tomat-tomat itu dijual ke para pelanggan mereka di beberapa pasar di Kota Kupang. Satu ember dibeli dengan harga Rp 35 ribu. Dengan harga seperti itu, setiap kali panen mereka bisa menghasilkan sampai Rp 4 juta.
Amsal mengaku baru tahun ini ia dan anak sulungnya, Ardy, menanam tomat dalam jumlah banyak. “Biasanya tidak sebanyak ini. Karena kami juga tanam timun, lombok, terong, dan sebagainya,” ujar ayah empat anak itu.
Amsal merasa tertolong karena di sisi areal persawahan terdapat kali yang airnya mengalir air sepanjang tahun. Dari kali itu, air dialirkan ke kebunnya dengan mesin pompa air melalui pipa paralon.
“Kalau sudah umur panen begini sudah tidak butuh banyak air lagi. Paling dua atau tiga hari baru siram sekali,” terang Ardy sambil tetap mengisi tomat ke dalam ember.
Ardy adalah lulusan Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana tahun 2019. Sejak wisuda ia dan ayahnya fokus menggarap kebun. Ilmu dan keterampilan yang diperoleh di kampus diterapkannya di lahan.
Menurutnya, tomat yang sedang dipanen itu memakai jenis bibit Servo. Untuk 28 are lahan yang dipakai, mereka menghabiskan lima bungkus bibit tomat.
“Kalau pupuk kita pakai urea dan NPK. Urea itu tahap awal ketika baru tanam. Selanjutnya pakai NPK. Jadi lebih banyak NPK, untuk merangsang buah biar lebih lebat,” ujar Ardy menjelaskan.
Ardy Nitti, anak sulung Amsal Nitti, petani asal Oesao
Untuk menjaga tanaman tomat dari serangan hama, terutama ulat buah, mereka biasanya menyemprotkan pestisida setiap tiga hari sekali. “Tapi itu kalau ada tanda-tanda hama. Kalau tidak ada, tidak perlu semprot,” kata Ardy.
Perawatan yang maksimal ayah dan anak itu menghasilkan buah-buah tomat yang mulus. Hanya ada beberapa buah yang kelihatan ada tanda serangan ulat. Buah buah itu dipisahkan dari kumpulan yang akan dipasarkan.
Matahari semakin condong ke barat. Disapu angin yang sesekali lumayan kencang, Amsal dan anak-anaknya masih terus mengumpulkan tomat ke dalam karung memakai ember. Semuanya dilakukan dalam diam, hampir tanpa suara.
Sementara itu, hamparan pohon tomat dengan buah-buah yang masih hijau sesekali bergoyang ditiup angin. Kayu-kayu kecil dipancang di sepanjang baris tomat. Pada tiang pancang itu ditarik tali untuk menahan pohon tomat agar tetap tegak.
Buah tomat di kebun milik Amsal Nitti, petani Oesao
Sekitar empat hari lagi, buah-buah tomat yang masih hijau itu akan berubah jadi merah. Amsal dan anak-anaknya akan panen lagi. Mungkin hasilnya akan sama dengan yang sedang mereka kumpulkan. Atau bahkan bisa lebih banyak.
“Biasanya panen pertama tidak sebanyak ini. Tapi semakin lama semakin banyak. Kemudian akan berkurang lagi sampai pohonnya mati,” jelas Korinus. Ada rasa puas yang memancar dari sorot matanya yang tenang.
Amsal mengaku bersyukur diberikan kepercayaan oleh pemilik lahan itu, Kris Kapitan, Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Kupang, untuk dikelola. “Saya sudah dengan Pak Kris sejak beliau masih SMA sampai sekarang,” ujar Amsal.
Meski punya ‘orang dekat’ di Dinas Pertanian, Amsal tidak pernah mendapatkan kemewahan dari dinas.
“Saya tidak mau nanti orang bilang ada kepentingan saya di situ jadi dapat ini itu. Saya bilang ke Om Amsal, kalau hanya beli mesin pompa air atau pipa, itu jual sayur satu kali sudah bisa beli,” kata Kapitan ketika ditemui di rumahnya.
Upaya Amsal menyekolahkan anak-anaknya, termasuk Ardy, juga atas dorongan, motivasi dan bantuan dari Kapitan.
Kris Kapitan, Kabid Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Kupang
“Waktu Ardy selesai kuliah saya bilang cangkul, parang ada di situ. Silakan berkreasi di lahan. Dia lakukan itu. Dan sekarang sudah kelihatan hasilnya,” jelas Kapitan.
Amsal mengatakan akan melanjutkan dengan tanaman lain setelah masa panen tomat selesai. “Di petak ini sudah mulai tanam timun. Nanti yang lain menyusul,” ujarnya.
Atas arahan Kapitan, Amsal dan Ardy menyesuaikan waktu tanam dan jenis komoditas sesuai tren harga yang ada di pasar.
“Saya bilang mereka, harus lihat kapan waktu harga tomat bagus. Atau kapan harga cabai bagus. Sehingga harga jual tetap stabil dan keuntungan bisa lebih banyak,” kata Kapitan.
Matahari sudah tenggelam di balik bukit ketika kami pulang membawa sekantong tomat, oleh-oleh dari Amsal Nitti dan anak-anaknya. (*)