Bacaan Alkitab: Markus 2:1-12
Tema: Bergerak Bersama Untuk Pembebasan
Pengantar
Setiap masalah membutuhkan model penyelesaian tertentu. Ada masalah yang bisa diselesaikan sendiri. Namun umumnya kita membutuhkan bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Hal terakhir inilah yang dialami orang lumpuh dalam bacaan kita. Kondisi fisik tidak memungkinkannya untuk mencari pertolongan seorang diri. Ia butuh bantuan orang lain untuk menolongnya.
Model penyelesaian masalah secara bersama-sama seperti ini amat dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial yang kita hadapi. Termasuk membenahi pendidikan GMIT. Kita membutuhkan dukungan banyak pihak untuk menyelesaikan persoalan yang sudah berlangsung lama ini. Tanpa keterlibatan banyak pihak, masalah sekolah GMIT tidak akan terselesaikan.
Penjelasan Teks
Orang lumpuh dalam bacaan ini tak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Ia membutuhkan orang lain untuk membawanya kepada Yesus. Tanpa bantuan orang lain, ia tak bisa mencapai sumber pertolongan.
Menurut teks ini, setidaknya ia butuh bantuan enam pihak untuk menolongnya, yakni empat orang teman yang menggotongnya, pemilik rumah dan Yesus yang menyembuhkannya. Dalam persoalan tertentu, mungkin kita butuh jumlah yang lebih sedikit. Tetapi dalam kasus lain, kita mungkin membutuhkan uluran tangan yang jauh lebih banyak dari enam pihak.
Kerjasama berbagai pihak untuk menyelesaikan persoalan tertentu seringkali tidak berjalan mulus. Perjalanan tim kerjasama yang membawa orang lumpuh menuju Yesus terhalang oleh banyaknya orang yang berkerumun di sekitar Yesus untuk mendengarkan firman.
Sebaik apapun suatu bentuk kerjasama, selalu ada kemungkinan menemui jalan buntu. Dan menariknya ialah bahwa perintang tersebut berkaitan dengan pemberitaan firman. Kelompok yang mendengar firman menghalangi kelompok orang lumpuh yang hendak bertemu Yesus.
Padahal seharusnya pemberitaan firman dan menolong orang lumpuh harus berjalan beriringan, bukannya saling menghambat satu sama lain. Inilah fakta yang seringkali terjadi dalam pelayanan.
Tetapi tim si lumpuh tidak habis akal. Saat menghadapi pintu yang tak bisa ditembus, mereka berupaya mencari jalan alternative, cara yang baru. Atap, meskipun tertutup, masih merupakan alternatif yang tersedia.
Dibutuhkan sedikit kerja pembongkaran atap, bukan untuk merusak, tapi untuk memulihkan orang lain. Keempat sahabat si lumpuh membantu membawanya kepada Yesus. Mereka bahkan menempuh jalan yang sedikit ekstrim karena pintu tertutup oleh orang banyak.
Yesus melihat ada iman yang besar dalam diri orang lumpuh dan dari usaha teman-temannya. Yesus tidak melihat iman yang diam; ini iman yang melahirkan kerjasama. Iman yang menggerakkan seseorang untuk menolong orang lain.Iman bukanlah egoisme spiritual untuk keselamatan diri ke surga. Iman juga harus menggerakkan kita untuk memalingkan perhatian pada kelumpuhan sesama. Kebutuhan sesama itu menggerakkan kita untuk mengulurkan tangan.
Ada pembagian peran yang luar biasa dalam cerita ini. Masing-masing pihak terlibat dengan caranya sendiri, untuk mencapai tujuan. Tuan rumah juga punya peran yang nyata. Ia tahu bahwa menyiapkan rumahnya bagi pelayanan Yesus adalah hal penting dalam hidupnya. Tetapi perhatiannya tidak hanya tertuju pada Yesus dan orang yang datang mendengarkan firman.
Ia juga terbuka terhadap pilihan yang diambil teman-teman si lumpuh. Teks tidak menyebutkan bahwa ia marah terhadap perusakan atap rumahnya. Baginya, kesembuhan seorang manusia jauh lebih penting dari kerusakan atap rumahnya. Manusia lebih berharga dari sekedar atap rumah yang dibongkar. Ia tidak dapat membantu menyembuhkan si lumpuh.
Dukungannya ialah dengan mengizinkan sedikit kerusakan pada atap rumahnya, agar orang lumpuh bisa disembuhkan. Itulah bentuk partisipasi yang dipilih sang tuan rumah untuk terlibat dalam menolong orang lain.
Cerita ini sama sekali tidak berbicara tentang kerjasama uang. Bagi pemilik rumah, mungkin ada sedikit pengeluaran finansial untuk memperbaiki kerusakan atap rumah. Tetapi tindakan teman-teman si lumpuh bukanlah tindakan finansial. Bantuan seperti ini bisa dilakukan oleh semua orang. Inilah yang sering kita sebut sebagai bergerak bersama secara gotong royong.
Gotong royong adalah tandingan terbaik bagi kapitalisme yang mengandalkan uang sebagai penggerak utama. Kondisi finansial GMIT tentu tidak cukup untuk mengatasi persoalan GMIT. Termasuk sekolah GMIT yang kondisinya memprihatinkan. Gotong royong lah yang mesti menjadi pilihan kita ke depan.
Gotong royong bukan hanya pilihan masa lalu seperti dalam bacaan kita. Ia masih sangat relevan di masa kini. Ia adalah cara terbaik yang bisa kita tempuh.
Aplikasi
Beberapa hal bisa dipelajari dari teks ini antara lain:
1. Kelumpuhan tidak hanya berkaitan dengan gangguan fisik pada kaki seseorang yang menyebabkannya lemah dan tidak bertenaga atau tidak dapat bergerak. Kelumpuhan juga sering diartikan sebagai tidak berjalan sebagaimana mestinya. Teks kita berkaitan dengan jenis kelumpuhan yang pertama, sementara aplikasinya di bulan pendidikan bagi sekolah GMIT berkaitan dengan makna yang kedua.
2. Banyak orang berkesimpulan bahwa rasanya mustahil untuk memperbaiki sekolah GMIT. Menggunakan bahasa teks, sekolah kita mengalami kelumpuhan. Mungkin model kelumpuhannya berbeda satu sama lain, namun itulah kesimpulan umum terhadap situasi yang terjadi. Memang beberapa sekolah memperoleh akreditasi A dan B. Tetapi masyarakat belum percaya bila status akreditasi itu jatuh sama dengan mutu yang sesungguhnya. Buktinya memasuki sekolah GMIT terus menurun. Buruknya kondisi ini melahirkan nada pesimis.
3. Tapi jujur diakui bahwa kondisi ini terjadi karena kealpaan kolektif kita: tidak peduli, membiarkan sekolah tanpa induk semang selaku gereja. Jalan menuju pemulihan bagi sekolah GMIT seringkali melalui rute pintu dan atap gereja yang tertutup. Tidak mudah mendapatkan dukungan pemulihan. Menurut Sugiartarajah, kehadiran kita secara tetap di gereja tiap minggu justru menghalangi kita untuk mengalihkan perhatian untuk menolong orang lain. Pemberitaan firman dan diakonia seringkali saling menghalangi satu terhadap lainnya.
4. Ada puluhan ribu anak GMIT di pedesaan yang menggantungkan masa depannya di sekolah GMIT. Mungkinkah kita berpikir tentang kerusakan masa depan mereka bila pendidikan tidak dibenahi? Bolehkah kita menunda sedikit perbaikan atap rumah kita dan atap gereja agar dapat membantu kualitas pendidikan sekolah GMIT?
Marilah menjadi pengusung tandu bagi sekolah GMIT yang lumpuh untuk membawanya pada kesembuhan dan pemulihan. Daripada hanya melontarkan kritik dan pesimis, lebih baik mengulurkan tangan. (Sinode GMIT)