Oleh: Meti O. F. I Tefu, S.Pd., M.Si
Masyarakat kini semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan dengan cara alami. Tanaman obat tradisional (TOGA) mulai mendapat perhatian kembali sebagai alternatif pengobatan yang mudah dan murah.
Di Desa Pusu, Kabupaten Timor Tengah Selatan, masyarakat mulai memanfaatkan keanekaragaman flora lokal untuk kesehatan.
Di era pasca-pandemi, semakin banyak orang menyadari pentingnya menjaga sistem imun tubuh sebagai langkah pencegahan dari penyakit. Beberapa tanaman seperti jahe, kunyit, dan kelor, yang dapat ditemui di pekarangan, terbukti memiliki banyak manfaat.
Jahe, misalnya, memiliki kandungan antioksidan dan anti-inflamasi yang berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh. Kunyit dikenal ampuh meningkatkan daya tahan tubuh, sementara kelor bermanfaat untuk menambah energi dan nutrisi.
Penelitian di Desa Pusu menunjukkan bahwa tanaman-tanaman ini dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari pengobatan hingga bumbu masak.
Namun, pemanfaatannya sebagai penguat imun tubuh masih rendah. Padahal, tanaman-tanaman ini sangat mudah dibudidayakan dan dapat menjadi sumber kesehatan alami bagi keluarga.
Meningkatkan Pengetahuan Melalui Program Sosialisasi
Dalam upaya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang TOGA, sebuah program sosialisasi dan pelatihan digelar di Desa Pusu. Kegiatan ini dimulai dengan sesi ceramah dan diskusi selama 90 menit, di mana peserta mendapatkan informasi lengkap tentang manfaat TOGA serta teknik budidayanya. Para peserta diajak memahami bagaimana TOGA dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan keluarga.
Program ini tidak hanya memberikan teori, tetapi juga praktik langsung di lapangan. Salah satu hasil inovatifnya adalah pendirian “Taman TOGA” sebagai pusat belajar.
Di taman ini, masyarakat dapat belajar cara menanam dan merawat berbagai jenis tanaman obat yang berkhasiat, seperti kunyit, temulawak, dan jahe.
Dengan adanya taman ini, masyarakat Desa Pusu memiliki contoh langsung tentang cara membudidayakan TOGA di pekarangan rumah mereka.
Dampak Positif Terhadap Kesehatan dan Ekonomi
Program ini berhasil meningkatkan pemahaman masyarakat secara signifikan. Setelah mengikuti sosialisasi, pengetahuan masyarakat tentang TOGA meningkat dari 55% menjadi 86%, dan kemampuan mereka dalam budidaya TOGA meningkat dari 47% menjadi 80%.
Selain manfaat kesehatan, program ini juga berpotensi mendorong ekonomi lokal. Dengan pembudidayaan yang baik, TOGA dapat menjadi produk bernilai ekonomi, seperti bahan untuk jamu atau rempah-rempah.
Program ini membuktikan bahwa kearifan lokal yang terwujud dalam pemanfaatan TOGA masih relevan dan sangat bermanfaat. Dengan dukungan dari pemerintah dan lembaga riset, diharapkan program serupa dapat diterapkan di desa-desa lain, sehingga masyarakat dapat hidup sehat secara alami dan meningkatkan perekonomian mereka.
Pengalaman Desa Pusu dalam memanfaatkan tanaman obat ini mengingatkan kita semua bahwa kesehatan dapat dimulai dari hal-hal sederhana, yaitu tanaman yang tumbuh di pekarangan rumah.
Mari tingkatkan pemanfaatan tanaman obat tradisional demi kesehatan yang lebih baik dan ketahanan ekonomi keluarga. (*)